Senin, 01 Mei 2017

CRAYON



Aku punya crayon: sebuah tongkat sihir bagiku si penyihir
Sssst....ini rahasia kita
Dengan kekuatan bulan dan bintang, aku bisa menyihir hidupmu

Di pagi hari... kugunakan warna putih untuk menggambar awan sejengkal raksasa di atas kepalamu
Disiang hari... kugunakan banyak warna kuning keemasan, tak lupa warna biru yang menenangkan
Namun jika kamu ingin sedikit basah, kan ku gambar hujan untukmu.

Dan senja datang... kugunakan jingga untuk mewarnai ngarai di dekat rumahmu, ucapkan selamat tinggal pada matahari yang meletus

Hari menggelap
Tapi ku sudah lelah mewarnai
Biarkan gelap menemani mimpimu
Jangan lupa simpan sebuah bintang dĂ­bawah bantal, bersama dengan hatiku . . .

Esok warnai langitmu sendiri dengan warna apapun yang kau mau. . .
Berjanjilah jangan biarkan langitmu kelabu

KAMU

Dari aku anak gahul
Untuk kamu a(la)y


Kamu tua, juga dewasa
Cara kamu memperlakukan saya
Cara kamu memandang saya
Dan cara kamu menyayangi saya.

Kamu memberikan suatu cinta yang berbeda.
Kamu memberikan suatu pilihan.
Dimana saya boleh bebas memilih peran yang saya mau
Dan dengan segala peran yang saya pilih, kamu menerimanya dengan ikhlas.

Kamu bukan sang pelukis yang menemani saya untuk melukis masa depan saya
Ruang lukisan saya dan kamu adalah ruang yang berbeda,
dan kita berkuasa atas ruang masing-masing

Kamu juga bukan buku kitab suci saya
Yang menuntut A
Yang menuntun B


Kamu adalah rumah saya
Kemanapun saya berkelana, kamu tempat saya kembali

Kamu selalu memberikan hangat yang tak kunjung padam
Membukakan pintu untuk kumasuki hatimu
Walau terkadang kamu yang malah terluka.
Karena saya yang kadang bertindak terlalu jauh.
Tapi kamu tetap menjadi rumah saya.

Maka dari itu, aku sayang kamu.

Sabtu, 29 April 2017

Aku Jatuh

Ini memang bukan jatuh cinta pada pandangan pertama, karena faktanya aku selalu jatuh di setiap pandangan.

Mereka Bilang





Mereka bilang dia cantik
Mereka bilang aku jelek

Mereka bilang dia baik

Mereka bilang aku jahat

Mereka bilang dia pintar
Mereka bilang aku bodoh 


Mereka bilang dia segalanya 

Mereka bilang aku hanya bayangan, tak ada arti 

Mereka bilang dia adalah masa depan 

Mereka bilang aku adalah masa lalu

Mereka bilang dia adalah ratu dengan aku kacungnya 

Mereka bilang aku adalah ratu dengan dia kacungnya

Mereka bilang dia adalah bintang yang bersinar 

Mereka bilang aku adalah gelap malam

Mereka bilang dia adalah anugerah 

Mereka bilang aku adalah kutukan

Mereka bilang dia adalah aku 

Mereka bilang aku adalah dia

Poam to Palestine

Bintang itu kembali bersinar! 
Satu dua tiga empat hingga tak ada satu orang pun lagi yang mampu menghitungnya! 

Celakalah sang bintang! 
Sang bintang jatuh ke bumi dan bertabrakan dengan para cacing tanah 
Menyebabkan ledakan maha dahsyat 
Tak lama terdengar kata ALLAHU AKBAR ALLAHU AKBAR! 

Semua hanyut dalam banjir tangisan
Potongan-potongan daging manusia berserakan di tanah, tempat sang bintang jatuh
Darah bagai air yg mengaliri mulut manusia yang ternganga tak bernyawa menghilangkan rasa haus mereka selama ini dan menggantinya dengan rasa sakit yang besar
Di balik cadarnya sang ibu berumpat kepada si pemilik bintang 

Anak memeluk ibu mereka 
Tak jarang pula sang ibu berteriak-teriak melihat makhluk kecilnya menjadi mayat
Para simpatisan datang untuk membantu mereka
wartawan pun datang dengan kamera di tangan kirinya dan tasbih di tangan kanannya
Bulan sabit merah sibuk dengan tandu-tandunya
Mengobati yg terluka; mengobati yang patah 
Tapi tak ada satu pun dari mereka yang mampu mengobati sakit hati para sakit 

Allah memang adil
Ia berikan adil di dunia ini
Ia berikan sakit pada hamba-Nya 
Ia juga berikan senyum di hambaNya
Ia berikan senyum bagi para pemilik bintang-bintang itu 

Para pemilik bintang itu tampang menikmati detik kemengangan itu
Ya detik hanya detik sebuah detik kebahagiaan dunia dan abadi di neraka
Sang komandan pemilik bintang itu tersenyum, ia telusuri kertas biru hijau ia beri tanda X bagi daerah yg besok akan rata dengan tanah di tangannya! 
Ia buai anggur ia teguk maksiat dan ia telan nestapa 
Sungguh itulah yg akan terjadi bagi sang komandan! 

Sementara itu sang warga palestina berpikir apakah ia harus tidur atau tidak
Ia adukan semuanya kepada Tuhan-Nya *DIMANA AKU BERADA YA ALLAH KETIKA KUTUTUPKAN MATA INI APAKAH AKU MASIH ADA DI DUNIA ATAU MUNKAR DAN NAKIR YANG AKAN KUTEMUI? AKU IKHLAS DENGAN JALANMU YA ALLAH!

Kutulis Puisi Ini

Puisi ini hanya tulisan
Tak bermulut tapi punya rasa
Tak punya telinga tapi ingin didengar
Dan puisi ini tak akan pernah bertitik karena puisi ini simbol rasa yg tak pernah berakhir

Kutulis puisi ini agar kau mengerti 
Kutulis puisi ini agar kau mau mendengar
Kutulis puisi ini karena aku pecundang

Kau tahu puisi ini hanya sebuah hiperbola dari abstraknya rasa 
Kumpulan partikel-partikel sakit dan berkumpul menjadi perih

Kau begitu mengerti aku dibandingkan diriku sendiri
Kau menghargaiku bagai putih yang suci 
Aku ingin menangis semalaman suntuk untukmu
Memahami rasamu yang tak kan pernah bisa kubalas

Aku telah mengganggap kau sebagai diriku dalam kelamin yg lain
Aku ingin kau terus ada untukku tak ingin kau berpaling dengan yang lain
Tapi di satu sisi aku tak dapat membalasmu
Aku hanya ingin kamu sebagai tangan penuntunku ketika aku lemah
Aku ingin kamu menjadi mata ketika aku tidak bisa melihat yang benar dan salah
Dan aku ingin memiliki rasamu seutuhnya; tak ingin kau teruntuk yang lain

Aku takut kamu menjadi dia yang meninggalkan aku
Aku takut kamu menjadi pembohong seperti dia
Betapa bangganya aku ketika dia memperhatikanku menjagaku dengan segenap perasaan dia tanpa kamu tahu
Tapi begitu kukatakan yg sebenarnya dia tinggalkan aku

Aku memang jahat dan pecundang tapi ku takkan bisa kehilangan yang terlalu indah untuk kulepas/

Rabu, 26 April 2017

Bumi

Alkisah di sebuah negeri, ada seorang anak bernama Amel. Amel adalah seorang anak korban tsunami. Pada suatu malam ia berdoa pada Tuhan. Berharap semuanya akan jauh menjadi lebih baik.
Titik-titik hujan jatuh membelai pipi anak manis itu. Ia pun menjadi sedih hingga akhirnya menangis. Lalu sang bintang yang sedang bermain-main di langit, tidak sengaja melihatnya. Ia pun turun dari langit dan memancarkan sinarnya, memberi kehangatan pada anak itu. Anak itu pun tertegun pada bintang itu. Hingga akhirnya sang bintang bertanya pada anak itu,,
"Mengapa kamu menangis? Lihatlah hujan baru saj berhenti dan sekarang semua bintang dan bulan sedang tertawa gembira?" seru sang bintang
"Aku sedih bintang, aku merasa seperti dibenci bumi" hela Amel dengan lembut
"Dibenci bumi? Mengapa kau berpikir seperti itu?"
"Aku..., aku merasa bumi tidak sayang padaku, setiap hari ia mengirimkan hujan padaku dan keluargaku hingga akhirnya aku harus mengungsi karena banjir, setiap minggu ia kirimkan kami gempa hingga kami bingung mencari tempat yang aman. Dan bahkan sekarang ia mengirimkan aku bencana tsunami, hingga aku harus hidup sebatang kara."
"Sebenarnya aku tidak tahu apakah bumi membencimu atau tidak? Namun jika kamu mau aku bisa menanyakannya pada bumi tapi dengan syarat kau harus berhenti menangis"
"Iya, tolong tanyakan padanya ya bintang, aku akan menunggumu disini dan aku akan berhenti menangis."
"Baiklah"
Pergilah sang bintang ke tempat bumi, tampak disana bumi sedang terisak dan siap untuk menangis kembali.
"Bumi.." seru sang bintang
"Bintang? Rasanya sudah lama sekali aku tidak berjumpa denganmu, apa ada sesuatu yang ingin kau bicarakan?"
"Iya, aku hanya ingin menyampaikan sebuah amanat dari salah satu anak di bumi. Ia bertanya padaku apakah kamu membencinya, membenci manusia"
"Sungguhkah ia bertanya seperti itu? Tapi bukankah manusia yang membenciku?"
"Tidak, mereka tidak membencimu bumi, itu yang kutahu. Mereka hanya berkeluh kesah mengenai hujan, gempa dan tsunami yang kau kirimkan pada mereka. Mereka merasa semua itu kau lakukan karena kamu benci dengan mereka" hibur sang bintang
"Apakah begitu bintang? Sungguh aku tak pernah bermaksud untuk itu. Gempa yang kukirimkan pada mereka adalah getaran tubuhku. Aku merasa sangat kedinginan karena pohon-pohon yang menjadi mantelku semakin menipis. Manusia terus saja menebangi pohon-pohonku hingga beberapa bagian tubuhku tak diselimuti hingga akhirnya aku pun kedinginan dan tubuhku bergetar. Lalu juga terkadang aku bergetar karena tubuhku gatal, sangat gatal. Ini semua karena sampah-sampah yang ada di tubuhku semakin banyak dan tidak ada yang mau peduli hingga akhirnya seluruh tubuhku gatal. Dan aku pun ingin menggaruknya dan mungkin aku tak sengaja menggerakkan tubuhku. Lalu mungkin tanpa mereka sadari aku kirimkan panas yang berlebihan hingga menyebabkan kemarau. Itu semua karena aku sangat kedinginan bintang karena tak ada pohon yang menjadi mantelku dan aku pun mendekat pada matahari. Atau aku terlalu dekat hingga menyebabkan mereka kepanasan."
"Lalu bagaimana dengan hujan dan tsunami bumi?"
"Tsunami yang terjadi itu karena aku sedang demam dan batuk, aku batuk-batuk hingga akhirnya tidak sengaja melakukan gerakan yang besar. Dan aku tidak bisa menahan air laut di tubuhku lagi, kamu tahu kan kalau kita sedang sakit tubuh kita bisa sangat tidak berdaya. Ini semua terjadi karena polusi dari manusia yang membuatku batuk-batuk. Selain itu tubuhku terasa sangat sakit, gara-gara paku-paku bumi yang mereka tancapkan padaku.Terakhir adalah hujan, hujan adalah air mataku bintang.Aku sedih melihat apa yang manusia lakukan padaku bintang, mereka terus saja membuat kerusakan di diriku. Hingga aku berpikir mereka membenciku"
"Ohh begitu tapi bumi mereka manusia tidak membencimu. Mereka mencintaimu dan makanya sekarang jangan menangis lagi yaa, kasian mereka banjir teruss. Dan akan aku katakan pada mereka semua yang kudengar tadi. Ok?"
"Iya baiklah bintang, terima kasih"
"Sama-sama"
Bintang pun pergi dengan senyum di bibirnya dan ia akan menyampaikan semua pada Amel yang telah menunggunya di sana.

.



Yang membuat saya percaya bahwa foto bisa bicara adalah anda. Foto anda seakan bicara, bahwasanya Sang Pencipta mempunyai pesona indah berupa manusia untuk saya jaga. Di setiap gambaran foto itu, terdapat sebuah kenyamanan  yang tak terdefinisikan. Matamu, mataku, mata yang memata-matai mata kita. Tak terbaca.

Q & A

Q: “Pernahkah kamu berpikir, mengapa cinta dan benci bisa tumbuh berdekatan kadang hanya ada selaput tipis sebagai pembatasnya. Saya sering membayangkan, tentu lebih menyenangkan jika cinta berada di samping persahabatan atau setidaknya pertemanan karena dengan batas itu saya tidak perlu takut ketika saya mencoba menerobos satu sisi untuk ke sisi lain, menerobos persahabatan menjadi suatu bentuk cinta. Tapi ternyata kenyataannya tidak seperti itu kan, batas cinta adalah kebencian dan saya tidak tahu dimana batas pertemanan atau persahabatan dengan cinta, saya takut ketika saya salah menerobos pembatas itu yang saya temui adalah batas kebencian. Bukankah banyak orang yang salah menerobos  batas tersebut dan tersesat dalam benci. Dan mengapa cinta itu bisa lebih rendah atau lebih tinggi antara satu pasangan dengan pasangan yang lain?”

...


A: ”Karena persahabatan tidak terletak di samping cinta. Tapi persahabatan terletak dalam cinta. Jika kamu menghayati dan benar pernah merasakannya, kamu akan menemui bahwa cinta adalah persahabatan yang eksklusif, hanya dapat dimiliki untuk satu orang. Persahabatan dan cinta tidak akan pernah menyakiti, akan selalu mengasihi, dan tak ingin orang yang ia sebut sahabat atau cinta itu tersakiti. Dan soal cinta atau benci simpati atau antipati adalah soal hati yang tumbuh laksana jari-jari kita, tidak dapat ditanyakan mengapa yang satu lebih rendah dari yang lain dan mengapa ibu jari lebih besar dari jari kelingking.

Jodoh

Kalau memang jodoh kita pasti akan ketemu lagi 

Kalau bukan itu alasan Tuhan yang tidak perlu ditanyakan kenapa.

Berlari


Berlari

Mari kita sebut ini pelarian
Menunggu itu membosankan; oleh karena itu saya berlari
Ah sial, saya berlari ke tempat yang salah
Tempat iu menahan saya

Tempat itu tidak buruk
Ia memberi saya makan, minum dengan cinta yang amat besar
Ia menjaga saya
Mencoba membuat saya menetap selamanya

Saya berusaha
Tapi gagal
Seseringkali saya berkata bahwa ini bukan pelarian
Sesering itu pula saya ingin berlari

Saya, (mungkin) manusia tidak tahu terima kasih

PELAJARAN



Pernah bersama kamu, bukan suatu kesalahan
Saya anggap, hal ini adalah pelajaran
Mengenal kamu, mendewasakan saya
Sayangnya, saat kita dewasa, kita malah tak saling mengenal

Saya berharap saya dapat membaca hal yang tersirat
Mengetahui apa yang ada di pikiranmu
Bersikap seperti maunya kamu
Melakukan semuanya dengan sempurna
Tapi saya tidak punya  kemampuan untuk membaca pikiran
Dan kamu juga tidak pernah menjelaskan kepada saya
Jadi hal ini gagal, tapi tidak percuma

Sekali lagi, hal ini adalah pelajaran
Saya tidak akan menunggu lagi untuk kamu
Atau pria manapun
Hanya untuk tetap menjaga perasaan saya

Terselamatkan dari sakit hati dan patah hati

Kamis, 02 Februari 2017

Apa Kabar?

Untuk lelakiku yang pernah kecewa



Ada sebuah hati yang kecewa
Mungkin bukan hal istimewa
Setiap manusia pernah kecewa

Di satu lapis, ruang hati dibentuk perasaan yang ria;
Di lapis lain, perasaan-perasaan yang terluka dan terpojok
Di satu sisi, ada bagian yang selalu ingin diperlihatkan, sebagai scene
Di sisi lain, bagian yang hendak disembunyikan, obscene

Aku ingin mengatakan, aku sendiri seperti sosok-sosok yang digambarnya (orang lain)
Di satu saat aku “orang kaya… yang memadati perutnya dengan makanan dan menenggak kemakmuran.”
Tapi di saat lain aku juga orang yang berdiri di luar pintu, di guyur hujan,  mengemis. 
“Aku seakan-akan terbelah dua dalam satu tubuh. Aku tak selalu bisa konsisten akan suatu hal.
Perubahan dan pemikiran itu ada, maka aku pertimbangkan kedua hal itu"

Untuk lelakiku yang pernah kecewa,
Anda biasa bersabar — dan makin tua makin demikian —
Anda menyadari pada akhirnya bukan anda (juga bukan dia)
yang memutuskan keburukan atau kebaikan apa yang harus saya pilih.
Anda hanya bisa kecewa dengan nasehat-nasehat agung sebelumnya kepadaku

Pemikiranku mungkin terbatas.
Mungkin aku kehilangan perspektif kamu yang mencakup semua tindakanku saat itu.
Tapi aku pernah yakin bahwa “mengatakan” kepadamu selalu sama dengan “menyerahkan pilihan kepadaku”
dan “menyerahkan pilihan kepadaku" sama dengan “keputusanku tanpa kamu”.
Namun ketika aku memutuskan, ada yang keliru; perasaanmu ternyata kecewa

Dari aku yang berhenti dengan kata kecewa

The Reason A Poet Coming To You



Hallo pria,
Sudahkah kamu meminum puisimu hari ini?
Sudahkah kamu mencuri pandang baterai teleponku hari ini?
Atau sudahkah kamu memakan apelmu hari ini?

Hmmm aku tahu kamu tersenyum,
Boleh kulanjutkan?

Aku menulis puisi ini; karena rasa sayang tak bisa menuliskan perasaannya sendiri
Aku mengirimkan puisi ini; karena bahagia tak bisa mengirimkan candanya sendiri
Juga aku memberitahu puisi ini; karena aku ingin dibilang romantis

Rasa ini, bukan lagi perasaan suka dan cinta
Ini adalah tentang sayang untuk dikenang
Mengenalmu adalah tiada pernah terbayangkan
Mendekatimu adalah suatu ketidaksengajaan
Terperangkap bersamamu adalah pilihan yang menyenangkan

Sampai disinilah puisiku,
Puisi ini tidak akan kutulis dalam kertas,
Kumasukkan ke dalam botol, dan kuhanyutkan ke laut
Karena itu mengotori laut

Dan aku tak punya cukup banyak botol untuk memasukkan semua perasaanku ke dalamnya

Bertemu Ketiga

Untuk kamu yang mengambil jalan kiri






Pernahkah kamu tahu rasanya bertemu kembali dengan orang yang telah kita ikhlaskan?
Pernahkah kamu tahu rasanya bertemu kembali dengan orang yang telah mengambil jalan kiri sedangkan diri kita yakin dengan jalan kanan yang tengah diambil?
Pernahkah kamu berpikir mungkin jalan kiri dan jalan kanan itu hanya cabang yang nantinya kembali menjadi satu?
Pernahkah dia membaca pesan-pesan yang kutinggalkan untuknya?

Pria, aku bertemu lagi denganmu

Pertemuan pertama denganmu
Membuatku seperti orang bodoh
diam, kaget, beku kaku

Pertemuan kedua denganmu
Membuatku seperti pemikir
Aku berpikir haruskah aku menyapamu?
Tapi kau terus berlalu dan aku yang pemalu

Pertemuan ketiga denganmu
Membuatku seperti ahli filsafat
Aku berpikir tentang jalan yang tengah kita ambil, aku tak mau merusak jalan kita masing-masing
 
Maka kali ini biar aku yang berlalu
Melawan kata hai yang telah di ujung lidah

Perintah Tuhan

Tuhan tak pernah menyuruh nelayan pergi ke laut. Itu adalah pilihannya sendiri. 
Tuhan pun tak pernah menyuruh petani mencocok sawah. Itu adalah pilihannya sendiri. 
Dan Tuhan pun tak pernah menyuruh saya memilihnya. 
Itu adalah pilihan saya sendiri.



Pacaran juga adalah hal yang tak pernah diminta Tuhan untuk saya lakukan. Tapi saya melakukannya. 
Kini, saya sedang dalam keadaan rusak, hati saya bicara A tapi mulut saya tak mampu menyalurkannya dengan baik. 
Saya memohon kepada Tuhan tapi saya juga malu. 
Tuhan tak pernah meminta saya untuk pacaran, kini saat saya rusak, saya meminta Tuhan mengatasinya. 
Siapa saya ini?

Suatu saat



Sudahkah kamu menilai hari ini tuan?
 
Di hari ini,ketika para ksatria hilang.
Di hari ketika sang hujan menjelma menjadi racun
Dan laba-laba mulai menyulam benangnya
Ada yang bongah: rusak tak kembali

Mungkin itu tak bernilai (bagimu)
Mungkin itu tak ternilai (bagiku)
Tapi adakah bagi kita itu memiliki nilai yang sama?

Tuan, di hari ini
Ada hati yang lelah pada celah yang mengangah.
 
Ada mata yang menutup melihat realita.
 
Ada jari yang tak mau digenggam lagi.
Ada aku yang bukan milikmu lagi

Tuan, suatu saat
Kau akan mengerti

Saat ketika matahari telah memajang bayangan di penghujung jalan
Saat sungai mulai meninggalkan hulu menuju hilir

Hati yang kau miliki
Sudah bukan milikmu lagi tuan
Berhentilah

Aku yang merasa jahat



Hari ini kuingin kembali bicara tentangmu
Sudah lama kupergi darimu
Kau yang mungkin tersiksa atas kepergianku
Kau juga yang mungkin telah mengorbankan semuanya atas kepergianku

Lautan padang teh yang kulintasi
Kabut tebal yang coba kutebas
Mengingatkanku kembali atas perginya diriku dari dirimu

Aku menyadari bahwa cintamu besar
Juga sayangmu
Aku tak buta akan hal itu
Aku juga tak tuli

Menyadari semua perlakuanmu padaku membuatku merasa jahat
Tapi juga kutahu
Jika kukembali padamu
Hatimu akan kembali terluka karena aku

Kau rela terluka,
Tapi bagaimana dengan aku yg membuatmu terluka?
Sedemikian cukup ku membuat luka
Maka biar kuhanya mengingatmu tanpa kembali padamu

Tidak Kemana-Mana

Saya sedang berpikir tentang diri saya. Diri saya yang tidak kemana-mana. Setahun ini saya bungkam, tidak berpindah, tidak bergerak dari zona nyaman saya. Setahun ini memang banyak hal luar biasa yang saya rasakan, mulai dari lulus kuliah, menjadi wisudawan terbaik, bekerja di rektorat, masuk S2, dan buku saya yang keempat terbit. Tapi jujur di dalam hati saya, masih ada yang kurang. Bukan saya tidak bersyukur untuk hal-hal itu. Saya sangat sangat bersyukur untuk hal itu. Namun saya bingung tentang tujuan saya.


Sejujurnya, semua yang saya lakukan tidak pernah saya rencanakan dengan ambisi perlu tercapai. Saya hanya berusaha untuk mencapainya tapi saya sendiri tidak pernah memaksakan diri saya untuk mencapai semuanya. Saya hanya berusaha melakukan terbaik yang saya bisa.


Namun sekarang, saya sedang menemui kebimbangan dalam perjalanan hidup saya. Melihat teman-teman saya melakukan hal-hal luar biasa di luar zona nyaman mereka, membuat saya iri. Saya iri melihat Ryan yang berani menjelajah 35 hari ke luar negeri tanpa menentukan tujuannya dahulu, saya iri pada Janu yang membuat lembaga pendidikan di daerahnya, saya iri pada teman-teman saya yang telah menentukan tujuan dan akan jadi apa mereka. Dan saya, hanya menjalani hidup.


Rasanya bosan, ada sesuatu yang kurang. Tapi saya tetap tak bergerak, tak kemana-mana.


Mungkin bodohnya saya untuk tak kunjung bergerak. Tapi rasanya begitu sulit untuk bergerak. Jika saya punya sedikit keberanian untuk bergerak, maka hal-hal yang sudah teratur dalam hidup saya akan berubah. Mungkin pilhan yang saya pilih akan menguatkan atau melemahkan hidup saya, akhirnya sekali lagi karena takut, saya tak kemana-mana.


Tapi kebosanan itu semakin pekat. Saya mulai bengah. Saya ingin bergerak.
 


Sejujurnya saya belum tahu mau melakukan apa. Tapi saya pikir, saya harus mulai memikirkan tujuan hidup saya atau hal-hal yang ingin saya tuju.
 



Saya ingin kembali ke diri saya yang dahulu, yang berjuang untuk hal-hal menyenangkan.

Sepi

Di sini sepi tak bertepi
Ada riuh tanpa gemuruh

Ada aku tanpa kamu

Fana



Seseorang pernah selalu ada di sana,
Selalu ada di sini, kemudian
Tiba-tiba lenyap
Dan terus menerus lenyap

Selalu ada yang pergi
Kepergian adalah momen luar biasa
Namun akhirnya biasa

Biarlah orang melakukan yang diinginkannya
Lalu mereka mati, semua, satu-satu
Bagi awan, himpunan itu, tak ada
Yang ganjil di saat itu

Pada hutan, pantai, gurun, dan glasir, pergilah kamu
Menghilang, menjauh, mengelak, dan jadi asing untuk diriku

Tak ada lelah
Tak ada celah
Tak ada salah

Berbahagialah