Kamis, 02 Februari 2017

Untuk lelakiku yang pernah kecewa



Ada sebuah hati yang kecewa
Mungkin bukan hal istimewa
Setiap manusia pernah kecewa

Di satu lapis, ruang hati dibentuk perasaan yang ria;
Di lapis lain, perasaan-perasaan yang terluka dan terpojok
Di satu sisi, ada bagian yang selalu ingin diperlihatkan, sebagai scene
Di sisi lain, bagian yang hendak disembunyikan, obscene

Aku ingin mengatakan, aku sendiri seperti sosok-sosok yang digambarnya (orang lain)
Di satu saat aku “orang kaya… yang memadati perutnya dengan makanan dan menenggak kemakmuran.”
Tapi di saat lain aku juga orang yang berdiri di luar pintu, di guyur hujan,  mengemis. 
“Aku seakan-akan terbelah dua dalam satu tubuh. Aku tak selalu bisa konsisten akan suatu hal.
Perubahan dan pemikiran itu ada, maka aku pertimbangkan kedua hal itu"

Untuk lelakiku yang pernah kecewa,
Anda biasa bersabar — dan makin tua makin demikian —
Anda menyadari pada akhirnya bukan anda (juga bukan dia)
yang memutuskan keburukan atau kebaikan apa yang harus saya pilih.
Anda hanya bisa kecewa dengan nasehat-nasehat agung sebelumnya kepadaku

Pemikiranku mungkin terbatas.
Mungkin aku kehilangan perspektif kamu yang mencakup semua tindakanku saat itu.
Tapi aku pernah yakin bahwa “mengatakan” kepadamu selalu sama dengan “menyerahkan pilihan kepadaku”
dan “menyerahkan pilihan kepadaku" sama dengan “keputusanku tanpa kamu”.
Namun ketika aku memutuskan, ada yang keliru; perasaanmu ternyata kecewa

Dari aku yang berhenti dengan kata kecewa

Tidak ada komentar:

Posting Komentar