Mungkin bukan
hal istimewa
Setiap manusia
pernah kecewa
Di satu lapis, ruang hati dibentuk perasaan yang ria;
Di lapis lain,
perasaan-perasaan yang terluka dan terpojok
Di satu sisi,
ada bagian yang selalu ingin diperlihatkan, sebagai scene
Di sisi lain,
bagian yang hendak disembunyikan, obscene
Aku ingin mengatakan, aku sendiri seperti sosok-sosok yang digambarnya (orang lain)
Di satu saat aku
“orang kaya… yang memadati perutnya dengan makanan dan menenggak kemakmuran.”
Tapi di saat
lain aku juga orang yang berdiri di luar pintu, di guyur hujan,
mengemis.
“Aku seakan-akan
terbelah dua dalam satu tubuh. Aku tak selalu bisa konsisten akan suatu hal.
Perubahan dan
pemikiran itu ada, maka aku pertimbangkan kedua hal itu"
Untuk lelakiku yang pernah kecewa,
Anda biasa
bersabar — dan makin tua makin demikian —
Anda menyadari
pada akhirnya bukan anda (juga bukan dia)
yang memutuskan
keburukan atau kebaikan apa yang harus saya pilih.
Anda hanya bisa
kecewa dengan nasehat-nasehat agung sebelumnya kepadaku
Pemikiranku mungkin terbatas.
Mungkin aku
kehilangan perspektif kamu yang mencakup semua tindakanku saat itu.
Tapi aku pernah
yakin bahwa “mengatakan” kepadamu selalu sama dengan “menyerahkan pilihan
kepadaku”
dan “menyerahkan
pilihan kepadaku" sama dengan “keputusanku tanpa kamu”.
Namun ketika aku
memutuskan, ada yang keliru; perasaanmu ternyata kecewa
Dari aku yang berhenti dengan kata kecewa
Tidak ada komentar:
Posting Komentar