Rabu, 26 April 2017

Bumi

Alkisah di sebuah negeri, ada seorang anak bernama Amel. Amel adalah seorang anak korban tsunami. Pada suatu malam ia berdoa pada Tuhan. Berharap semuanya akan jauh menjadi lebih baik.
Titik-titik hujan jatuh membelai pipi anak manis itu. Ia pun menjadi sedih hingga akhirnya menangis. Lalu sang bintang yang sedang bermain-main di langit, tidak sengaja melihatnya. Ia pun turun dari langit dan memancarkan sinarnya, memberi kehangatan pada anak itu. Anak itu pun tertegun pada bintang itu. Hingga akhirnya sang bintang bertanya pada anak itu,,
"Mengapa kamu menangis? Lihatlah hujan baru saj berhenti dan sekarang semua bintang dan bulan sedang tertawa gembira?" seru sang bintang
"Aku sedih bintang, aku merasa seperti dibenci bumi" hela Amel dengan lembut
"Dibenci bumi? Mengapa kau berpikir seperti itu?"
"Aku..., aku merasa bumi tidak sayang padaku, setiap hari ia mengirimkan hujan padaku dan keluargaku hingga akhirnya aku harus mengungsi karena banjir, setiap minggu ia kirimkan kami gempa hingga kami bingung mencari tempat yang aman. Dan bahkan sekarang ia mengirimkan aku bencana tsunami, hingga aku harus hidup sebatang kara."
"Sebenarnya aku tidak tahu apakah bumi membencimu atau tidak? Namun jika kamu mau aku bisa menanyakannya pada bumi tapi dengan syarat kau harus berhenti menangis"
"Iya, tolong tanyakan padanya ya bintang, aku akan menunggumu disini dan aku akan berhenti menangis."
"Baiklah"
Pergilah sang bintang ke tempat bumi, tampak disana bumi sedang terisak dan siap untuk menangis kembali.
"Bumi.." seru sang bintang
"Bintang? Rasanya sudah lama sekali aku tidak berjumpa denganmu, apa ada sesuatu yang ingin kau bicarakan?"
"Iya, aku hanya ingin menyampaikan sebuah amanat dari salah satu anak di bumi. Ia bertanya padaku apakah kamu membencinya, membenci manusia"
"Sungguhkah ia bertanya seperti itu? Tapi bukankah manusia yang membenciku?"
"Tidak, mereka tidak membencimu bumi, itu yang kutahu. Mereka hanya berkeluh kesah mengenai hujan, gempa dan tsunami yang kau kirimkan pada mereka. Mereka merasa semua itu kau lakukan karena kamu benci dengan mereka" hibur sang bintang
"Apakah begitu bintang? Sungguh aku tak pernah bermaksud untuk itu. Gempa yang kukirimkan pada mereka adalah getaran tubuhku. Aku merasa sangat kedinginan karena pohon-pohon yang menjadi mantelku semakin menipis. Manusia terus saja menebangi pohon-pohonku hingga beberapa bagian tubuhku tak diselimuti hingga akhirnya aku pun kedinginan dan tubuhku bergetar. Lalu juga terkadang aku bergetar karena tubuhku gatal, sangat gatal. Ini semua karena sampah-sampah yang ada di tubuhku semakin banyak dan tidak ada yang mau peduli hingga akhirnya seluruh tubuhku gatal. Dan aku pun ingin menggaruknya dan mungkin aku tak sengaja menggerakkan tubuhku. Lalu mungkin tanpa mereka sadari aku kirimkan panas yang berlebihan hingga menyebabkan kemarau. Itu semua karena aku sangat kedinginan bintang karena tak ada pohon yang menjadi mantelku dan aku pun mendekat pada matahari. Atau aku terlalu dekat hingga menyebabkan mereka kepanasan."
"Lalu bagaimana dengan hujan dan tsunami bumi?"
"Tsunami yang terjadi itu karena aku sedang demam dan batuk, aku batuk-batuk hingga akhirnya tidak sengaja melakukan gerakan yang besar. Dan aku tidak bisa menahan air laut di tubuhku lagi, kamu tahu kan kalau kita sedang sakit tubuh kita bisa sangat tidak berdaya. Ini semua terjadi karena polusi dari manusia yang membuatku batuk-batuk. Selain itu tubuhku terasa sangat sakit, gara-gara paku-paku bumi yang mereka tancapkan padaku.Terakhir adalah hujan, hujan adalah air mataku bintang.Aku sedih melihat apa yang manusia lakukan padaku bintang, mereka terus saja membuat kerusakan di diriku. Hingga aku berpikir mereka membenciku"
"Ohh begitu tapi bumi mereka manusia tidak membencimu. Mereka mencintaimu dan makanya sekarang jangan menangis lagi yaa, kasian mereka banjir teruss. Dan akan aku katakan pada mereka semua yang kudengar tadi. Ok?"
"Iya baiklah bintang, terima kasih"
"Sama-sama"
Bintang pun pergi dengan senyum di bibirnya dan ia akan menyampaikan semua pada Amel yang telah menunggunya di sana.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar