Karena saya perempuan, saya harus sekolah.
Malala Yousafzai lahir di Pakistan pada tanggal 12 Juli
1997. Seperti Kartini, kata-katanya, tulisannya, merupakan catatan harapan dan
kepedihandari kaum yang melawan dan terjepit. Tapi ia bukan Kartini.
Penuturannya lebih berani, lebih berbahaya, dan dengan latar belakang budaya
yang berbeda.
***
Malala adalah seorang remaja Pakistan yang memperjuangkan
hak-hak perempuan seusianya untuk dapat bersekolah. Dalam sebuah wawancara
dengan Al-Jazeera pada tahun 2011, Malala Yousafzai mengatakan bahwa “Jika
generasi baru ini tidak diberi pena, mereka akan diberi senjata oleh para
teroris.” Tentu lebih mudah bagi Malala jika ia hidup di Indonesia, Inggris,
Amerika atau negara lainnya yang menjamin pemenuhan hak pendidikan bagi anak.
Namun Malala hidup di Pakistan, sebuah negeri dengan jutaan perang dimana-mana.
Taliban, sebuah partai yang sudah dinyatakan dilarang di Pakistan terus
mengancam Malala atas tindakannya, pada saat ancaman itu muncul Malala baru
berumur 11 tahun.
Perjuangan Malala dimulai melalui aktivitas menulis untuk
BBC dengan Bahasa Urdu. Kala itu, sang ayah, Ziauddin Yousafzai diminta oleh
temannya Abdul Hai Kakkar, seorang reporter BBC dari Pakistan agar mencarikan
seorang perempuan yang mau menuliskan kisah hidupnya di bawah kekuasaan
Taliban. Masa itu, gerakan militan Taliban yang dipimpin oleh Maulana Fazlullah
mengambil alih kekuasaaan di Swat Valley, mematikan televisi, musik dan
kesempatan pendidikan bagi perempuan, melarang perempuan pergi berbelanja.
Awalnya, seorang gadis bernama Aisha, murid ayahnya setuju untuk menulis sebuah
diary. Beberapa diary saja baru dituliskan dan orang tua Aisha langsung melarangnya
untuk menulis lagi karena takut dengan ancaman Taliban. Akhirnya, Malala yang menggantikan
Aisha padahal ia empat tahun lebih muda dan masih duduk di kelas tujuh.
Malala yang menuliskan diary-nya dengan tulisan tangan dan memberikannya pada seorang
reporter yang akan men-scan
tulisannya, mengungkapkan semua yang dialaminya. Blog tersebut mampu menangkap
problem psikis Malala ketika perang Swat yang menjadi awal dilakukannyaa
operasi militer yang kemudian mengakibatkan semakin sedikit gadis yang
bersekolah dan akhirnya sekolahnya pun ditutup. Setelah pelarangan sekolah, Taliban melanjutkan aksinya dengan
menghancurkan gedung-gedung sekolah di wilayah itu. Namun Malala tidak berhenti
berpikir untuk pendidikannya.
Setelah diary
BBC berakhir, Malala dan ayahnya didekati oleh reporter New York Times (sebuah koran ternama di Amerika Serikat) untuk
membuat film dokumenter. Dalam film dokumenter tersebut, Malala menyampaikan “Aku sangat bosan tinggal di tempat evakuasi
karena tidak ada buku yang bisa aku baca”. Malala melalui tulisannya telah
mengajak semua perempuan untuk meraih mimpinya mengenyam pendidikan. Proses
hidup yang dijalani Malala mengubah cita-citanya dari menjadi seorang dokter
menjadi seorang politisi. “Aku mempunyai mimpi baru. Aku harus menjadi seorang
aktivis politik untuk menyelamatkan negeri ini. Aku harus menyingkirkan krisis
ini dari negeriku.”
Perjuangan Malala bukan tanpa risiko. Selasa, 9 Oktober
2012, rombongan pasukan Taliban menghentikan bus sekolah yang membawa Malala
dan menanyakan seorang gadis bernama Malala. Tanpa banyak kata, seorang Taliban
tepat di kepala dan lehernya dari jarak dekat. Tidak hanya Malala, kedua
temannya yang duduk di sebelah Malala juga ditembak. Juru bicara Tehrik-i-Taliban Pakistan (TTP), Ehsanullah
Ehsan, dengan bangga mengatakan atas “kesuksesan“ penembakan itu. “Ia
adalah anak yang berpikiran Barat. Ia selalu berbicara menentang kami. Kami
akan menyerang barang siapa yang berbicara melawan Taliban,” katanya. “Kami
sudah memperingatkannya untuk jangan lagi berbicarra menentang Taliban dan
jangan lagi mendukung Barat, dan mengikuti jalan Islam,” tambahnya
Malala yang kritis segera dibawa ke rumah sakit. Ayahnya
berpikir bahwa Malala tidak akan selamat sehingga ia telah memesan liang lahat
untuk Malala. Namun Allah berkata lain, Malala diselamatkan dan mendapatkan
pengobatan medis terlengkap di London, Inggris. Upaya pembunuhan Malala membawa
simpati dari seluruh penjuru dunia. Para pemimpin dunia bahkan mengeluarkan
pernyataan keras atas penembakan Malala. Presiden Barack Obama menyebut
penembakan tersebut sebagai tindakan yang tercela, menjijikan, dan tragis. Ban
ki Moon, sekjen PBB menyebut tindakan Taliban sebagai tindakan yang mengerikan
dan tidak berperikemanusiaan.
Meski demikian Malala tidak pernah berhenti. “Kami hidup
di abad 21. Bagaimana bisa hak-hak kami mendapatkan pendidikan dihilangkan?
Bila pria diiizinkan sekolah dan bebas beraktivitas, sebagai perempuan kami
menuntut hak yang sama,” ujarnya. Menurut Malala, melarang wanita untuk
menuntut ilmu itu tidak ada dalam Al-Quran. “Ayat mana yang menyatakan anak
perempuan tidak diizinkan ke sekolah?” tantangnya. Selain berbagi pikiran
melalui blognya, Malala kemudian membentuk Yayasan Pendidikan Malala yang
membantu anak perempuan miskin agar dapat bersekolah. Beberapa penghargaan pun
didapat Malala. Bulan Oktober 2011, Desmond Tutu mengumumkan Malala sebagai
nominasi Penghargaan Kedamaian Anak-Anak Internasional dan menjadi selebriti di
Pakistan. Profil Malala semakin melonjak saat ia mendapat penghargaan
“Penghargaan Pemuda Nasional untuk Perdamaian” pada bulan Desember 2011.
Sosok Malala telah memberikan banyak inspirasi untuk
dunia. Dalam budaya Islam, manusia termasuk muslimah harus menjadi teladan
moral dan cerminan akhlak di tengah masyarakat sehingga orang lain dapat
berkaca kepadanya. Keberanian yang ditunjukkan Malala telah memberikan cerminan
itu, ia tidak takut menentang sesuatu yang ia pandang sebagai kesalahan. Malala
yang baru berumur belasan tahun telah menemukan jalan menginspirasi orang lain,
sudah saatnya bagi muslimah lain untuk menemukan jalannya menginspirasi
sekitarnya.