Jumat, 24 April 2015

GREENING THE ECONOMY




GREENING THE ECONOMY
Buah Karya
Selly Anastassia Amellia Kharis

Sejak dahulu, fakta bahwa Indonesia adalah negara yang kaya akan sumber daya alam jamak terdengar. Hutan yang begitu luas menjadikan Indonesia mempunyai banyak keanekaragaman hayati hingga dikenal sebagai mega-biodiversity country. Di sisi lain, saat ini perjalanan perekonomian Indonesia pun tengah menuju puncak. Setelah diterpa berbagai prahara, Indonesia patut berbangga karena berhasil lolos dari krisis 2008 dan malah semakin mantap menyejahterakan rakyatnya. Tidak dapat dipungkiri bahwa kemajuan ekonomi seringkali diraih dengan mengorbankan keseimbangan alam. Namun gagasan bahwa kita harus memilih salah satu dari upaya mengatasi kerusakan lingkungan atau menumbuhkan ekonomi global tidak dapat diterima. New Climate Economy memberi pesan kuat kepada pemerintah dan sektor swasta bahwa kita dapat menumbuhkan ekonomi seraya menanggulangi dampak perubahan iklim pada saat yang bersamaan.
 Mengingat kedua masalah di atas, salah satu visi saya untuk Indonesia adalah mewujudkan keseimbangan ekologi dan ekonomi melalui pelaksanaan pembangunan berkelanjutan dengan menekankan pada ekonomi hijau. Prinsip ekonomi hijau adalah kegiatan ekonomi yang berkelanjutan. Artinya, kegiatan ekonomi serta pemanfaatan sumber daya alam dapat dilakukan selama tidak merusak lingkungan. Di dalam ekonomi hijau, pertumbuhan dan lapangan kerja didorong oleh investasi pemerintah dan swasta yang bertujuan untuk mengurangi emisi karbon dan polusi, meningkatkan efisiensi energi dan sumber daya alam, dan mencegah terjadinya kehilangan hayati dan jasa-jasa lingkungan.   
Setiap pihak baik pemerintah, pebisnis, maupun masyarakat harus berperan sebagai stabilisator lingkungan. Peran pebisnis khususnya dapat dilakukan dengan program pembayaran jasa lingkungan atau Payment Environmental Service (PES) kepada pihak yang bersedia melakukan praktik pemanfaatan lingkungan secara bijak seperti hutan rakyat yang juga penting dalam jasa lingkungan. Secara umum, pembayaran jasa lingkungan dapat diartikan sebagai kesempatan bagi masyarakat yang hidup di dalam dan di sekitar kawasan konservasi untuk meningkatkan taraf hidup mereka tidak hanya dari sisi ekonomi tetapi juga dengan peningkatan modal sosial dan pengakuan atas hak masyarakat dalam mengelola dan mengakses sumber daya alam.
Hal lain yang perlu diperhatikan adalah ketersediaan energi berkelanjutan dan terjangkau bagi semua orang. Chris Goodall dalam bukunya berjudul Ten Tecnologies to Fix Energy and Climate mencatat bahwa dunia diperlengkapi dengan energi alternatif yang cukup untuk menyediakan energi berkelanjutan bagi semua orang. Indonesia sendiri menyimpan sumber energi alternatif mulai dari sinar surya, panas bumi, hingga nuklir. Permasalahannya sekarang adalah energi-energi terbarukan tersebut membutuhkan investasi yang besar dalam hal pendanaan. Oleh karena itu, diperlukan peran lain selain dari pebisnis yaitu peran pemerintah dan masyarakat.
Selain memberikan insentif, pemerintah dapat mendorong konsumen untuk memberikan nilai lebih pada produk dan jasa yang memperhatikan aspek keberlangsungan. Dengan demikan, dunia usaha akan terdorong untuk menjalankan bisnis yang berwawasan lingkungan termasuk penyediaan energi berkelanjutan dan terjangkau bagi semua orang. Selain itu, pemerintah dapat menerapkan prinsip pendekatan kewilayahan (jurisdictional approach) untuk membangun energi berkelanjutan dan terjangkau secara nasional dan lintas sektoral melalui pemerintah kabupaten dan provinsi. Pendekatan ini harus diimplementasikan dari tahap pengembangan kebijakan, perencanaan, pelaksanaan program, dan proyek di lapangan. Pendekatan kewilayahan ini diharapkan dapat mereformasi sistem pengelolaan energi dan mengadaptasi pendekatan-pendekatan energi terbarukan sesuai dengan kebutuhan setempat sehingga ketersediaan energi berkelanjutan dan terjangkau bagi semua orang dapat dipastikan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar