Selasa, 17 Juni 2014

Menjadi Tentara Pangan Indonesia

Suatu kali di malam yang dingin, di tepi sebuah jalan di pinggiran Jakarta, saya pernah ditanya seorang penjaga warung makan. “Tahukah Mbak,” tanyanya, “Betapa susahnya saya untuk memasak ratusan butir beras menjadi nasi seperti ini tetapi betapa mudahnya para pembeli untuk tidak menghabiskan nasinya dan meninggalkannya yang kemudian akan saya buang percuma ke tempat sampah”. Saya yang ditanya sebenarnya mengerti perasaan sang penjaga warung makan namun hanya dapat menjawab dengan anggukan kepala. Sang penjaga warung makan pun melanjutkan, “Saya yang hanya memasak beras menjadi nasi saja merasa terganggu dengan kelakuan pembeli yang tidak menghabiskan nasinya apalagi petani yah yang perlu waktu hingga 6 bulan untuk menghasilkan satu butir beras.” Dari pertanyaan tersebut, rupanya penjaga warung makan itu ingin bicara soal cara manusia dalam memperlakukan makanan. Memang Indonesia negara yang kaya akan sumber daya alam hingga rakyatnya dapat hidup nyaman berlebihan bahkan hingga melakukan pemborosan seperti contoh di atas. Namun masyarakat Indonesia lupa bahwa kini zaman melesat dan keadaan berubah, dengan laju pertumbuhan penduduk 1,3 hingga 1,5 persen, sementara luas lahan pertanian yang tidak mengalami penambahan, Indonesia diprediksi akan mengalami krisis pangan di tahun 2017.
Dalam UU Tentang Pangan Nomor 18 Tahun 2012 dijelaskan bahwa “Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati produk pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan, peternakan, perairan, dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan, dan bahan lain yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan, dan atau pembuatan makanan atau minuman.” Pangan berarti bukan hanya beras atau komoditas tanaman seperti padi, jagung, dan kedelai saja, melainkan juga mencakup makanan dan minuman yang berasal dari tumbuhan dan hewan. Dengan demikian, pangan tidak hanya dihasilkan oleh pertanian, peternakan, perikanan, perkebunan, dan kehutanan, tetapi juga oleh industri  pengolahan pangan. Kebutuhan pangan yang cukup tidak hanya bergantung pada jumlah tetapi juga dari keragamannya, sebagai sumber asupan zat gizi makro (yang meliputi karbohidrat, protein, dan lemak) dan zat gizi mikro (yang meliputi vitamin dan mineral) untuk pertumbuhan, kesehatan, daya tahan fisik, kecerdassan dan produktivitas manusia.
Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang paling utama dan pemenuhannya merupakan bagian dari hak asasi manusia. Seseorang, rumah tangga, sampai sebuah negara ataupun bangsa akhirnya akan menjadi “galau” apabila urusan perut ini tidak terpenuhi. Masalah kedaulatan pangan menjadi hal serius yang patut dipandang lebih dalam upaya pemecahan solusi yang sudah lama dicari. Saat ini hampir 870 juta orang di seluruh dunia menghadapi kekurangan gizi secara kronis akibat masalah ketahanan pangan yang tidak dapat diatasi oleh negaranya masing-masing. Setiap 1 orang dari 10 orang di dunia di malam hari tidak bisa tidur nyenyak karena perutnya lapar dan tidak cukup mendapatkan kebutuhan pangan dalam kehidupan sehari-harinya. Begitu banyak agenda kegiatan yang direncanakan dalam upaya menghadapi krisis pangan di Indonesia sendiri, namun rencana yang ada tidak berjalan optimal dan kerap kali justru muncul penolakan dari berbagai pihak. Seperti program padi hibrida yang tidak menguntungkan rakyat Indonesia karena mengimpor jenis bibit padi ini dari China, India, sebagian kecil Amerika, dan Filipina yang justru membuat petani Indonesia gagal panen. Pemerintah pun tidak memperbesar anggaran untuk petani atau nelayan kecil, tetapi mengundang investor. Selain itu, pemerintah tidak melihat potensi lokal, tetapi terus meningkatkan impor.
Potensi keanekaragaman sumber daya yang dimiliki Indonesia juga disia-siakan dari sektor perairan. Rencana Anggaran Pembelanjaan Kementerian Direktorat Jenderal Kelautan dan Perikanan tidak menjawab permasalahan para nelayan. Hal ini terlihat dari tidak adanya program pemerintah terkait illegal fishing, pencurian ikan di perairan Indonesia. Untuk kasus pencurian ikan ini, pemerintah mencatat dalam 15 tahun terakhir terdapat sepuluh negara berperan aktif mencuri ikan di perairan Indonesia, di antaranya Filipina, Hongkong, Taiwan, Malaysia, dan China. Terhadap hal ini, pemerintah tidak menyikapinya dalam anggaran  pemerintah di tahun 2013. Akibat hal ini, negara mengalami kerugian sebesar Rp 30 triliun per tahunnya untuk ikan yang dicuri. Parahnya lagi, pemerintah lebih banyak membangun pelabuhan perikanan berskala besar. Sementara itu, nelayan kita adalah nelayan tradisional. Seharusnya, program yang dibuat untuk menyejahterakan nelayan Indonesia adalah merevitalisasi tempat pelelangan ikan. Sungguh ironis memang, mengingat Indonesia sebagai negara agraris justru memenuhi kebutuhan pangan nasionalnya bergantung pada negara-negara lain. Harapan Indonesia untuk menjadi negara yang berdaulat atas pangannya masih sangat jauh.
Perubahan-perubahan kebijakan memang perlu dilakukan diiringi denga penciptaan teknologi, pembangunan dan penataan kota serta reformasi fundamental di bidang-bidang pertanian, kehutanan, dan  perikanan. Tetapi tanpa adanya perubahan perilaku yang mendasar, tidak satu pun dari perubahan ini bisa terwujud. Oleh karena itu, sudah seharusnya sebagai masyarakat Indonesia yang turut serta menikmati sumber daya alamnya, kita juga menjaga kedaulatan pangan Indonesia. Tidak adil rasanya bila kita terlalu banyak mengambil sesuatu yang seharusnya menjadi hak generasi penerus kita kelak.
Pemberdayaan masyarakat merupakan strategi yang sangat penting bagi upaya meningkatkan ketahanan pangan khususnya di tingkat lokal yang pelaksanaannya membutuhkan dukungan penuh dan konkrit dari semua pihak dalam upaya untuk memampukan, melibatkan, dan memberikan tanggung jawab yang lebih jelas kepada masyarakat dalam mengelola ketahanan pangan di tingkat lokal. Masyarakat inilah yang disebut sebagai tentara pangan karena tugasnya hampir mirip dengan tugas seorang tentara, yaitu untuk menjaga ketahanan dan kedaulatan. Untuk meningkatkan kemandirian masyarakat sebagai tentara pangan dapat ditempuh melalui beberapa pendekatan, antara lain pengembangan kapasitas untuk meningkatkan produktivitas dan daya saing, penyediaan fasilitas kepada masyarakat, revitalisasi kelembagaan dan sistem ketahanan pangan masyarakat.
Dalam rangka pengembangan kapasitas masyarakat untuk meningkatkan produktivitas dan daya saing dapat dilakukan melalui peningkatan pengetahuan dan keterampilan dan pengembangan teknologi yang berdasarkan spesifikasi daerah yang mempunyai keunggulan dalam kesesuaian dengan ekosistem setempat dan memanfaatkan input yang tersedia di lokasi serta memperhatikan keseimbangan lingkungan. Penyediaan fasilitas kepada masyarakat tidak terbatas pengadaan sarana produksi, namun juga sarana pengembangan agribisnis lain yang diperlukan seperti informasi pasar, peningkatan akses terhadap pasar, penyediaan modal usaha dan membuka kerjasama dengan mitra usaha lain. Dengan demikian lebih menjamin bahwa masyarakat tidak hanya memproduksi pangan, namun mendapatkan keuntungan dari usahanya sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan hidupnya
Revitalisasi kelembagaan dan sistem ketahanan pangan masyarakat dimaksudkan untuk pengembangan lumbung pangan sebagai upaya untuk menampung hasil dalam jangka waktu tertentu dan pemanfaatan potensi bahan pangan lokal serta peningkatan spesifikasi berdasarkan budaya lokal sesuai dengan perkembangan selera masyarakat yang dinamis. Selain itu dalam skala rumah tangga, ibu rumah tangga juga perlu dikenalkan pada praktek ekoefisiensi dalam mengolah makanan di rumah. Sejak kecil juga penting dididik agar makan secukupnya dan tidak menghasilkan sisa makanan yang sebenarnya masih dapat dimakan. Perilaku-perilaku kecil tersebut dapat menjadi besar asal dilakukan dengan setia.
Sudah saatnya kita bergerak untuk ketahanan dan kedaulatan pangan Indonesia. Jangan hanya menunggu pemerintah bertindak. Tidak perlu juga menunggu para penjarah kekayaan sumber daya alam kita tertangkap, setiap langkah kita adalah pilihan politis dan ekologis yang menentukan masa depan pangan bumi khususnya Indonesia. Dan inilah bentuk pemberdayaan yang nyata sekaligus sangat mungkin untuk dilakukan. Maka dari itu, mari menjadi tentara pangan untuk Indonesia dan dunia yang lebih baik!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar