Sebuah ide membakar pikiran saya berhari-hari.
Apa gerangan
yang membuat seseorang harus menjadi pintar? Apa yang sesungguhnya terjadi
ketika seseorang memutuskan ingin jadi bodoh? Apa yang dicari seorang “pintar”
di dunia ini? Dinamika apa yang sebenarnya terjadi antara bodoh, orang bodoh,
dan semesta raya? Memikirkan hal-hal tersebut membuat saya menapak tilas
tentang kehidupan saya.
Suatu hari,
Seorang
sahabat saya di Perguruan Tinggi berkata “Tau gak yang menarik dari elu apa?
Elu berani banget nyoba-nyoba, berkali-kali gagal tapi nyoba lagi. Entah elu
bodoh atau pantang menyerah”
Saya
yang ditanya tentu saja hanya bisa tersenyum-senyum sendiri dan baru sekarang
saya tahu apa maksud perkataan tersebut. Menjadi bodoh itu susah, makanya saya
pantang menyerah hingga keliatan bodoh karena menjadi bodoh itu butuh banyak
pengorbanan. Maka, karena menjadi bodoh dan pintar sama-sama membutuhkan
pengorbanan, saya lebih memilih berjuang untuk menjadi pintar.
Jangan pikir
bahwa kalimat tersebut datang dalam sekelabat waktu. Saya butuh bertahun-tahun
dari hidup singkat yang Tuhan berikan untuk mencapai kesimpulan tersebut.
Karena saya ingin orang lain lebih cepat sadar akan hal ini, maka saya menulis
kisah ini. Kisah ini adalah pengalaman saya, mungkin orang lain akan belajar
sesuatu dari hal ini sehingga di kemudian hari, ia pun dapat membagi
pengalamannya juga kepada saya dan yang lainnya. Ini timbal balik yang begitu
indah bukan?
***
Lulus
dari Sekolah Menengah Pertama (SMP) yang cukup bergengsi dan masuk ke Sekolah
Menengah Atas (SMA) yang diremehkan telah membuat saya banyak diremehkan
teman-teman saya.
“Kejauhan sel
kalau SMA di sana dan mahal ongkosnya entar” begitulah alasan orang tua saya
yang sudah menjelaskan bahwa tidak ada pilihan lain selain menerima keadaan.
Malu
jelas saya alami karena di saat teman-teman saya bersekolah di Sekolah A yang
banyak artisnya, di Sekolah B yang banyak orang-orang pintarnya, saya hanya
bisa bersekolah di sekolah yang bahkan tidak mempunyai ruang aula untuk
kegiatan-kegiatan sekolah. Dan hal terburuk yang saya citrakan pada diri saya
adalah saya bodoh dan mulai menjadi orang buangan.
Saya
mulai merasakan kebingungan dan ketakutan bahkan muak setengah mati dengan
hidup saya. Saya mulai untuk malas belajar, malas bersekolah, bahkan malas
berpikir. Jujur sebenarnya saya tidak sebodoh itu sebelumnya, saya adalah salah
satu siswa berprestasi di SMP saya dulu. Tapi semua pemikiran ini membuat saya
bodoh dan saya benar-benar menjadi bodoh. Nilai-nilai rapot saya menurun
drastis, jika dahulu nilai matematika saya selalu di atas 9, di SMA nilai
matematika saya bahkan tak pernah mencapai nilai 7, selalu di bawahnya.
Kemampuan berbahasa saya yang dahulu fasih pun menjadi kaku, lama tidak
digunakan.
Akhirnya
saya benar-benar percaya bahwa saya bodoh. Saya tidak secure lagi dengan
kecerdasan saya. Ini bukan fase terparah dalam hidup saya. Karena setelah
pembagian rapot tersebut, mulailah banyak orang yang menyebut saya bodoh, dari
teman sampai bahkan guru. Yang tidak pernah dan sangat menjaga mulutnya dari
mengatakan saya bodoh, adalah orang tua saya.
Ayah
saya yang jago hukum dan bahasa hanya bisa terdiam ketika melihat anaknya
mendapat angka 5 di rapot untuk Bahasa Jepang. Ibu bahkan kalau kekesalannya
memuncak atas kelakuan saya, paling ekstrim mengucap bodoh dengan kata tidak pintar.
“Sell, ko gitu sih? Jangan jadi
orang tidak pintar dong nak”
Tapi
sialnya, dulu dalam sehari, saya lebih sering bertemu guru dan teman daripada orang tua dan ucapan mereka bahwa
saya bodoh, meresap ke benak dan bawah sadar. Dan karena saya minder dengan
kecerdasan saya, saya mudah tersinggung ketika disebut salah, ketika gagal,
ketika kalah. Tersinggung karena seakan semua itu pertanda bahwa saya (benar)
bodoh.
Akhirnya, saya
menemukan titik balik dalam kehidupan saya. Melalui OSIS, hidup saya mulai
bertransformasi, tentu ke arah yang lebih baik. Di sana, di keluarga baru saya,
saya melihat banyak orang hebat. Okky yang begitu diremehkan karena kekanakan
pada saat berkumpul bersama teman-temannya, menjadi dewasa luar biasa ketika dipercaya
menjadi Wakil Ketua OSIS. Ainun yang menangis berkali-kali karena proposal-proposalnya
dicoret-coret Pak Pur karena salah, toh tetap terus membuat ulang
proposal-proposalnya walaupun semalaman ia tidak tidur untuk mengerjakan
proposal itu. Ataupun Jessica yang menjadi apa adanya dalam keadaan ada apanya
sekalipun. Mereka semua menerima hidup mereka dan bersyukur atas apa yang
mereka dapatkan.
Saya belajar
dari mereka dan inilah yang tidak pernah diajarkan oleh sekolah. Saya terlalu
lama hidup di dalam kebencian atas hal-hal yang tidak saya inginkan: saya
membenci bersekolah di sekolah yang orang tua saya inginkan, membenci
teman-teman saya yang hidup lebih baik, bahkan membenci takdir-takdir Tuhan
untuk saya. Membenci membuat saya marah dan frustasi. Membenci juga membuat
saya mengutuk, mencaci dan tidak ingin tahu apa yang terjadi. Pada akhirnya
ketidaktahuan membuat saya merasa bodoh, dan percayalah, bahkan orang bodoh pun
tidak suka merasa bodoh.
Saya mengalami benar
kalimat terakhir dari paragraf di atas. Menjadi bodoh berarti harus menjadi
orang terakhir yang dipercaya guru untuk mengikuti seleksi lomba dan kadang
tidak diikutkan karena anggarannya lebih digunakan untuk orang-orang yang lebih
pintar daripada saya. Menjadi bodoh menyempitkan pergaulan saya. Dahulu, ada
peribahasa yang mengatakan bahwa bergaullah dengan tukang parfum maka anda akan
berbau parfum dan akibatnya teman-teman yang merasa lebih pintar dari saya
lebih memilih bergaul dengan orang-orang pintar lainnya karena ingin tertular
pintar daripada bergaul dengan saya, takut akan membawa pengaruh negatif bagi
mereka katanya. Andai mereka tahu, bahwa bodoh bukanlah penyakit dan tidak akan
menulari mereka.
Akhirnya karena
bosan menjadi orang bodoh dan mempunyai teman-teman OSIS yang pantang menyerah,
saya mulai berubah. Pencapaian. Itulah kuncinya. Saya mulai memetakan tujuan
hidup dan mencapainya satu per satu.
Saya berjuang
untuk memperbaiki masa SMA saya. Saya belajar giat hingga malam buta demi
perbaikan nilai-nilai saya, saya ikuti semua kompetisi yang bisa saya ikuti,
saya memberanikan diri untuk menjadi calon Ketua OSIS. Tidak peduli berapa
banyak orang yang menghina, merendahkan, dan tidak melihat perjuangan saya.
Saya tidak akan menyerah.
“I know who i am. I am not what they say.” Kata-kata itulah yang
selalu saya katakan ketika keadaan tidak menyenangkan bagi saya.
Sedikit demi
sedikit, pencapaian yang saya lakukan menambah kepercayaan diri saya. Kegagalan
adalah teman setia saya dalam proses pencapaian tersebut. Yah, saya memang seringkali
gagal tapi saya terlalu ingin sukses, untuk membiarkan ketakutan membuat saya
gagal sehingga saya terus berusaha. Dulu, saya begitu takut gagal karena takut
dibilang bodoh (lagi). ‘Daripada keliatan
jelek mendingan gak usah dilakuin. Daripada hasilnya enggak maksimal mendingan
kerjain yang lain. Daripada sakit mendingan hindarin. Daripada ... mendingan
...’ selalu ada kata-kata yang dapat
saya padankan untuk mengisi kalimat tersebut yang akhirnya selalu membuat saya
batal untuk maju pada zaman saya SMA. Saya menyerah sebelum memulai. Padahal
kalau dipikir-pikir, gagal itu apa sih? Cuma sebuah keadaan dimana manusia
terbentur oleh kekurangannya dan dihadapkan pada dua pilihan: berhenti atau
coba lagi. Tapi karena cap bodoh yang begitu
melekat pada saya akhirnya saya memilih untuk berhenti.
Kini, saya tidak
khawatir disebut bodoh, karena saya tahu persis saya tidak bodoh dan Tuhan
terlalu baik sehingga tidak mungkin Ia memberikan kebodohan pada umat-Nya. Orang
bisa berkata apapun tentang saya, dan saya tidak akan tersinggung. Saya
menganggap bahwa kritik dari mereka adalah pembangun untuk saya.
Saya juga tidak
mau menjadi orang bodoh lagi karena menjadi bodoh itu susah. Butuh banyak
pengorbanan dan ketika saya mulai takut mencoba sesuatu maka saya mengingat
kalimat di bawah ini;
“Kau akan berhasil dalam setiap
pelajaran, dan kau harus percaya akan berhasil, dan berhasillah kau; anggap
semua pelajaran mudah, dan semua akan jadi mudah; jangan takut pada pelajaran
apa pun, karena ketakutan itu sendiri kebodohan awal yang akan membodohkan
semua”
Semoga bermanfaat
~Fraudulent.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar