Celoteh di Atas Awan
Memahami Saya sebagai Saya
Senin, 01 Mei 2017
CRAYON
Aku punya crayon: sebuah tongkat sihir bagiku si penyihir
Sssst....ini rahasia kita
Dengan kekuatan bulan dan bintang, aku bisa menyihir hidupmu
Di pagi hari... kugunakan warna putih untuk menggambar awan sejengkal raksasa di atas kepalamu
Disiang hari... kugunakan banyak warna kuning keemasan, tak lupa warna biru yang menenangkan
Namun jika kamu ingin sedikit basah, kan ku gambar hujan untukmu.
Dan senja datang... kugunakan jingga untuk mewarnai ngarai di dekat rumahmu, ucapkan selamat tinggal pada matahari yang meletus
Hari menggelap
Tapi ku sudah lelah mewarnai
Biarkan gelap menemani mimpimu
Jangan lupa simpan sebuah bintang dĂbawah bantal, bersama dengan hatiku . . .
Esok warnai langitmu sendiri dengan warna apapun yang kau mau. . .
Berjanjilah jangan biarkan langitmu kelabu
KAMU
Dari aku anak gahul
Untuk kamu a(la)y
Kamu tua, juga dewasa
Cara kamu memperlakukan saya
Cara kamu memandang saya
Dan cara kamu menyayangi saya.
Kamu memberikan suatu cinta yang berbeda.
Kamu memberikan suatu pilihan.
Dimana saya boleh bebas memilih peran yang saya mau
Dan dengan segala peran yang saya pilih, kamu menerimanya dengan ikhlas.
Kamu bukan sang pelukis yang menemani saya untuk melukis masa depan saya
Ruang lukisan saya dan kamu adalah ruang yang berbeda,
dan kita berkuasa atas ruang masing-masing
Kamu juga bukan buku kitab suci saya
Yang menuntut A
Yang menuntun B
Kamu adalah rumah saya
Kemanapun saya berkelana, kamu tempat saya kembali
Kamu selalu memberikan hangat yang tak kunjung padam
Membukakan pintu untuk kumasuki hatimu
Walau terkadang kamu yang malah terluka.
Karena saya yang kadang bertindak terlalu jauh.
Tapi kamu tetap menjadi rumah saya.
Maka dari itu, aku sayang kamu.
Untuk kamu a(la)y
Kamu tua, juga dewasa
Cara kamu memperlakukan saya
Cara kamu memandang saya
Dan cara kamu menyayangi saya.
Kamu memberikan suatu cinta yang berbeda.
Kamu memberikan suatu pilihan.
Dimana saya boleh bebas memilih peran yang saya mau
Dan dengan segala peran yang saya pilih, kamu menerimanya dengan ikhlas.
Kamu bukan sang pelukis yang menemani saya untuk melukis masa depan saya
Ruang lukisan saya dan kamu adalah ruang yang berbeda,
dan kita berkuasa atas ruang masing-masing
Kamu juga bukan buku kitab suci saya
Yang menuntut A
Yang menuntun B
Kamu adalah rumah saya
Kemanapun saya berkelana, kamu tempat saya kembali
Kamu selalu memberikan hangat yang tak kunjung padam
Membukakan pintu untuk kumasuki hatimu
Walau terkadang kamu yang malah terluka.
Karena saya yang kadang bertindak terlalu jauh.
Tapi kamu tetap menjadi rumah saya.
Maka dari itu, aku sayang kamu.
Sabtu, 29 April 2017
Aku Jatuh
Ini memang bukan jatuh cinta pada pandangan pertama, karena faktanya
aku selalu jatuh di setiap pandangan.
Mereka Bilang
Mereka bilang dia cantik
Mereka bilang aku jelek
Mereka bilang dia baik
Mereka bilang aku jahat
Mereka bilang dia pintar
Mereka bilang aku bodoh
Mereka bilang dia segalanya
Mereka bilang aku hanya bayangan, tak ada arti
Mereka bilang dia adalah masa depan
Mereka bilang aku adalah masa lalu
Mereka bilang dia adalah ratu dengan aku kacungnya
Mereka bilang aku adalah ratu dengan dia kacungnya
Mereka bilang dia adalah bintang yang bersinar
Mereka bilang aku adalah gelap malam
Mereka bilang dia adalah anugerah
Mereka bilang aku adalah kutukan
Mereka bilang dia adalah aku
Mereka bilang aku adalah dia
Poam to Palestine
Bintang itu kembali bersinar!
Satu dua tiga empat hingga tak ada satu orang pun lagi yang mampu menghitungnya!
Celakalah sang bintang!
Sang bintang jatuh ke bumi dan bertabrakan dengan para cacing tanah
Menyebabkan ledakan maha dahsyat
Tak lama terdengar kata ALLAHU AKBAR ALLAHU AKBAR!
Semua hanyut dalam banjir tangisan
Potongan-potongan daging manusia berserakan di tanah, tempat sang bintang jatuh
Darah bagai air yg mengaliri mulut manusia yang ternganga tak bernyawa menghilangkan rasa haus mereka selama ini dan menggantinya dengan rasa sakit yang besar
Di balik cadarnya sang ibu berumpat kepada si pemilik bintang
Anak memeluk ibu mereka
Tak jarang pula sang ibu berteriak-teriak melihat makhluk kecilnya menjadi mayat
Para simpatisan datang untuk membantu mereka
wartawan pun datang dengan kamera di tangan kirinya dan tasbih di tangan kanannya
Bulan sabit merah sibuk dengan tandu-tandunya
Mengobati yg terluka; mengobati yang patah
Tapi tak ada satu pun dari mereka yang mampu mengobati sakit hati para sakit
Allah memang adil
Ia berikan adil di dunia ini
Ia berikan sakit pada hamba-Nya
Ia juga berikan senyum di hambaNya
Ia berikan senyum bagi para pemilik bintang-bintang itu
Para pemilik bintang itu tampang menikmati detik kemengangan itu
Ya detik hanya detik sebuah detik kebahagiaan dunia dan abadi di neraka
Sang komandan pemilik bintang itu tersenyum, ia telusuri kertas biru hijau ia beri tanda X bagi daerah yg besok akan rata dengan tanah di tangannya!
Ia buai anggur ia teguk maksiat dan ia telan nestapa
Sungguh itulah yg akan terjadi bagi sang komandan!
Sementara itu sang warga palestina berpikir apakah ia harus tidur atau tidak
Ia adukan semuanya kepada Tuhan-Nya *DIMANA AKU BERADA YA ALLAH KETIKA KUTUTUPKAN MATA INI APAKAH AKU MASIH ADA DI DUNIA ATAU MUNKAR DAN NAKIR YANG AKAN KUTEMUI? AKU IKHLAS DENGAN JALANMU YA ALLAH!
Satu dua tiga empat hingga tak ada satu orang pun lagi yang mampu menghitungnya!
Celakalah sang bintang!
Sang bintang jatuh ke bumi dan bertabrakan dengan para cacing tanah
Menyebabkan ledakan maha dahsyat
Tak lama terdengar kata ALLAHU AKBAR ALLAHU AKBAR!
Semua hanyut dalam banjir tangisan
Potongan-potongan daging manusia berserakan di tanah, tempat sang bintang jatuh
Darah bagai air yg mengaliri mulut manusia yang ternganga tak bernyawa menghilangkan rasa haus mereka selama ini dan menggantinya dengan rasa sakit yang besar
Di balik cadarnya sang ibu berumpat kepada si pemilik bintang
Anak memeluk ibu mereka
Tak jarang pula sang ibu berteriak-teriak melihat makhluk kecilnya menjadi mayat
Para simpatisan datang untuk membantu mereka
wartawan pun datang dengan kamera di tangan kirinya dan tasbih di tangan kanannya
Bulan sabit merah sibuk dengan tandu-tandunya
Mengobati yg terluka; mengobati yang patah
Tapi tak ada satu pun dari mereka yang mampu mengobati sakit hati para sakit
Allah memang adil
Ia berikan adil di dunia ini
Ia berikan sakit pada hamba-Nya
Ia juga berikan senyum di hambaNya
Ia berikan senyum bagi para pemilik bintang-bintang itu
Para pemilik bintang itu tampang menikmati detik kemengangan itu
Ya detik hanya detik sebuah detik kebahagiaan dunia dan abadi di neraka
Sang komandan pemilik bintang itu tersenyum, ia telusuri kertas biru hijau ia beri tanda X bagi daerah yg besok akan rata dengan tanah di tangannya!
Ia buai anggur ia teguk maksiat dan ia telan nestapa
Sungguh itulah yg akan terjadi bagi sang komandan!
Sementara itu sang warga palestina berpikir apakah ia harus tidur atau tidak
Ia adukan semuanya kepada Tuhan-Nya *DIMANA AKU BERADA YA ALLAH KETIKA KUTUTUPKAN MATA INI APAKAH AKU MASIH ADA DI DUNIA ATAU MUNKAR DAN NAKIR YANG AKAN KUTEMUI? AKU IKHLAS DENGAN JALANMU YA ALLAH!
Kutulis Puisi Ini
Puisi ini hanya tulisan
Tak bermulut tapi punya rasa
Tak punya telinga tapi ingin didengar
Dan puisi ini tak akan pernah bertitik karena puisi ini simbol rasa yg tak pernah berakhir
Kutulis puisi ini agar kau mengerti
Kutulis puisi ini agar kau mau mendengar
Kutulis puisi ini karena aku pecundang
Kau tahu puisi ini hanya sebuah hiperbola dari abstraknya rasa
Kumpulan partikel-partikel sakit dan berkumpul menjadi perih
Kau begitu mengerti aku dibandingkan diriku sendiri
Kau menghargaiku bagai putih yang suci
Aku ingin menangis semalaman suntuk untukmu
Memahami rasamu yang tak kan pernah bisa kubalas
Aku telah mengganggap kau sebagai diriku dalam kelamin yg lain
Aku ingin kau terus ada untukku tak ingin kau berpaling dengan yang lain
Tapi di satu sisi aku tak dapat membalasmu
Aku hanya ingin kamu sebagai tangan penuntunku ketika aku lemah
Aku ingin kamu menjadi mata ketika aku tidak bisa melihat yang benar dan salah
Dan aku ingin memiliki rasamu seutuhnya; tak ingin kau teruntuk yang lain
Aku takut kamu menjadi dia yang meninggalkan aku
Aku takut kamu menjadi pembohong seperti dia
Betapa bangganya aku ketika dia memperhatikanku menjagaku dengan segenap perasaan dia tanpa kamu tahu
Tapi begitu kukatakan yg sebenarnya dia tinggalkan aku
Aku memang jahat dan pecundang tapi ku takkan bisa kehilangan yang terlalu indah untuk kulepas/
Tak bermulut tapi punya rasa
Tak punya telinga tapi ingin didengar
Dan puisi ini tak akan pernah bertitik karena puisi ini simbol rasa yg tak pernah berakhir
Kutulis puisi ini agar kau mengerti
Kutulis puisi ini agar kau mau mendengar
Kutulis puisi ini karena aku pecundang
Kau tahu puisi ini hanya sebuah hiperbola dari abstraknya rasa
Kumpulan partikel-partikel sakit dan berkumpul menjadi perih
Kau begitu mengerti aku dibandingkan diriku sendiri
Kau menghargaiku bagai putih yang suci
Aku ingin menangis semalaman suntuk untukmu
Memahami rasamu yang tak kan pernah bisa kubalas
Aku telah mengganggap kau sebagai diriku dalam kelamin yg lain
Aku ingin kau terus ada untukku tak ingin kau berpaling dengan yang lain
Tapi di satu sisi aku tak dapat membalasmu
Aku hanya ingin kamu sebagai tangan penuntunku ketika aku lemah
Aku ingin kamu menjadi mata ketika aku tidak bisa melihat yang benar dan salah
Dan aku ingin memiliki rasamu seutuhnya; tak ingin kau teruntuk yang lain
Aku takut kamu menjadi dia yang meninggalkan aku
Aku takut kamu menjadi pembohong seperti dia
Betapa bangganya aku ketika dia memperhatikanku menjagaku dengan segenap perasaan dia tanpa kamu tahu
Tapi begitu kukatakan yg sebenarnya dia tinggalkan aku
Aku memang jahat dan pecundang tapi ku takkan bisa kehilangan yang terlalu indah untuk kulepas/
Rabu, 26 April 2017
Bumi
Alkisah
di sebuah negeri, ada seorang anak bernama Amel. Amel adalah seorang anak
korban tsunami. Pada suatu malam ia berdoa pada Tuhan. Berharap semuanya akan
jauh menjadi lebih baik.
Titik-titik
hujan jatuh membelai pipi anak manis itu. Ia pun menjadi sedih hingga akhirnya
menangis. Lalu sang bintang yang sedang bermain-main di langit, tidak sengaja
melihatnya. Ia pun turun dari langit dan memancarkan sinarnya, memberi
kehangatan pada anak itu. Anak itu pun tertegun pada bintang itu. Hingga
akhirnya sang bintang bertanya pada anak itu,,
"Mengapa
kamu menangis? Lihatlah hujan baru saj berhenti dan sekarang semua bintang dan
bulan sedang tertawa gembira?" seru sang bintang
"Aku
sedih bintang, aku merasa seperti dibenci bumi" hela Amel dengan lembut
"Dibenci
bumi? Mengapa kau berpikir seperti itu?"
"Aku...,
aku merasa bumi tidak sayang padaku, setiap hari ia mengirimkan hujan padaku
dan keluargaku hingga akhirnya aku harus mengungsi karena banjir, setiap minggu
ia kirimkan kami gempa hingga kami bingung mencari tempat yang aman. Dan bahkan
sekarang ia mengirimkan aku bencana tsunami, hingga aku harus hidup sebatang kara."
"Sebenarnya
aku tidak tahu apakah bumi membencimu atau tidak? Namun jika kamu mau aku bisa
menanyakannya pada bumi tapi dengan syarat kau harus berhenti menangis"
"Iya,
tolong tanyakan padanya ya bintang, aku akan menunggumu disini dan aku akan
berhenti menangis."
"Baiklah"
Pergilah
sang bintang ke tempat bumi, tampak disana bumi sedang terisak dan siap untuk
menangis kembali.
"Bumi.."
seru sang bintang
"Bintang?
Rasanya sudah lama sekali aku tidak berjumpa denganmu, apa ada sesuatu yang
ingin kau bicarakan?"
"Iya,
aku hanya ingin menyampaikan sebuah amanat dari salah satu anak di bumi. Ia
bertanya padaku apakah kamu membencinya, membenci manusia"
"Sungguhkah
ia bertanya seperti itu? Tapi bukankah manusia yang membenciku?"
"Tidak,
mereka tidak membencimu bumi,
itu yang kutahu. Mereka hanya berkeluh kesah mengenai hujan, gempa dan tsunami
yang kau kirimkan pada mereka. Mereka merasa semua itu kau lakukan karena kamu
benci dengan mereka" hibur sang bintang
"Apakah
begitu bintang? Sungguh aku tak pernah bermaksud untuk itu. Gempa yang
kukirimkan pada mereka adalah getaran tubuhku. Aku merasa sangat kedinginan
karena pohon-pohon yang menjadi mantelku semakin menipis. Manusia terus saja
menebangi pohon-pohonku hingga beberapa bagian tubuhku tak diselimuti hingga
akhirnya aku pun kedinginan dan tubuhku bergetar. Lalu juga terkadang aku
bergetar karena tubuhku gatal, sangat gatal. Ini semua karena sampah-sampah
yang ada di tubuhku semakin banyak dan tidak ada yang mau peduli hingga
akhirnya seluruh tubuhku gatal. Dan aku pun ingin menggaruknya dan mungkin aku
tak sengaja menggerakkan tubuhku. Lalu mungkin tanpa mereka sadari aku kirimkan
panas yang berlebihan hingga menyebabkan kemarau. Itu semua karena aku sangat
kedinginan bintang karena tak ada pohon yang menjadi mantelku dan aku pun
mendekat pada matahari. Atau aku terlalu dekat hingga menyebabkan mereka
kepanasan."
"Lalu
bagaimana dengan hujan dan tsunami bumi?"
"Tsunami
yang terjadi itu karena aku sedang demam dan batuk, aku batuk-batuk hingga
akhirnya tidak sengaja melakukan gerakan yang besar. Dan aku tidak bisa menahan
air laut di tubuhku lagi, kamu tahu kan kalau kita sedang sakit tubuh kita bisa
sangat tidak berdaya. Ini semua terjadi karena polusi dari manusia yang
membuatku batuk-batuk. Selain itu tubuhku terasa sangat sakit, gara-gara
paku-paku bumi yang mereka tancapkan padaku.Terakhir adalah hujan, hujan adalah
air mataku bintang.Aku sedih melihat apa yang manusia lakukan padaku bintang,
mereka terus saja membuat kerusakan di diriku. Hingga aku berpikir mereka
membenciku"
"Ohh
begitu tapi bumi mereka
manusia tidak membencimu. Mereka mencintaimu dan makanya sekarang jangan
menangis lagi yaa, kasian mereka banjir teruss. Dan akan aku katakan pada mereka semua yang
kudengar tadi. Ok?"
"Iya
baiklah bintang, terima kasih"
"Sama-sama"
Bintang
pun pergi dengan senyum di bibirnya dan ia akan menyampaikan semua pada Amel
yang telah menunggunya di sana.
Langganan:
Postingan (Atom)