Kamis, 01 Oktober 2015

SAYA DAN PERUBAHAN IKLIM

SAYA DAN PERUBAHAN IKLIM
Oleh
Selly Anastassia Amellia Kharis




Saya adalah bagian dari lingkungan, dari bumi yang hidup.
Alarm tanda bahaya dampak pemanasan global berbunyi semakin nyaring. Pola pencairan es di Arktika merupakan salah satu indikatornya. Perubahan demi perubahan melaju dalam hitungan bulan. Tanggal 18 Maret 2008, Jay Zwally, ahli iklim NASA, memprediksi es di Arktika hampir semua akan mencair pada akhir musim panas 2012. Hanya dalam waktu dua bulan prediksi itu bergeser. Tanggal 1 Mei 2008 lalu, prediksi terbaru dilansir NASA: mencairnya semua es di Arktika bisa terjadi di akhir tahun 2008. Sederet tanda-tanda bahaya yang telah terjadi sebelumnya adalah volume es di Arktika pada musim panas 2007 hanya tinggal setengah dari empat tahun sebelumnya. Es di Greenland yang telah mencair mencapai 19 juta ton. Fenomena terbaru lainnya, pada tanggal 8 Maret 2008 beting es Wilkins di Antartika yang berusia 1500 tahun pecah dan runtuh seluas 414 kilometer persegi (hampir 1,5 kali luas kota Surabaya atau sepertiga luas Jakarta)
Efek domino apa yang membayang bila es di Arktika mencair semua? Mencairnya es di Arktika tidak akan menaikkan level permukaan air laut, melainkan akan mempercepat siklus pemanasan global itu sendiri. Bila es di Arktika mencair semua, 80% sinar matahari yang sebelumnya dipantulkan akan diserap 95% oleh air laut. Konsekuensi lanjut adalah potensi terlepasnya 400 miliar ton gas metana atau 3000 kali dari jumlah gas metana di atmosfer. Gas metana dapat terlepas akibat mencairnya bekuan gas metana yang stabil pada suhu di bawah dua derajat celcius. Seperti diketahui, gas metana memiliki efek rumah kaca 25 kali lebih besar dari gas CO2. Salah satu skenario yang mungkin terjadi adalah terulangnya bencana kepunahan massal yang pernah terjadi pada 55 juta tahun yang lalu dikenal dengan masa PETM (Paleocene-Ecocene Thermal Maximum). Saat itu, gas metana yang terlepas ke atmosfer mengakibatkan percepatan pemanasan global hingga mengakibatkan kepunahan massal. Bukti geogologi lain menunjukkan kepunahan massal juga pernah terjadi 251 juta tahun lalu, pada akhir periode Permian. Akibat terlepasnya gas metana, lebih dari 94% spesies mengalami kepunahan massal. Kematian massal terjadi mendadak karena turunnya level oksigen secara ekstrem. Membaca fakta-fakta di atas, satu hal yang patut digarisbawahi adalah tenggat waktu yang semakin sempit. James Hansen, ahli iklim NASA, mengatakan bahwa kita telah berada di titik sepuluh persen di atas batas ambang kemampuan Bumi mencerna CO2. Artinya, kita telah melampaui titik balik. Pada level saat ini, tindakan yang harus diambil bukan lagi mengurangi, melainkan menghentikan. Berbagai tindakan pun harus dilakukan.
Apa sebenarnya perubahan iklim?
Perubahan iklim adalah terjadinya gangguan terhadap sistem iklim di bumi yang sifatnya irreversible.  Gangguan ini terjadi akibat terjadinya pemanasan global yang mempengaruhi parameter-parameter iklim seperti tekanan kelembaban, arah, kecepatan angin, dan radiasi matahari yang mencapai permukaan bumi serta tiupan awan. Perubahan  iklim melibatkan analisis iklim masa lalu, kondisi iklim masa ini, dan estimasi kemungkinan iklim di masa yang yang akan datang. Hal ini tidak terlepas juga dari interaksi dinamis antara sejumlah kompenen sistem iklim seperti atmosfer, hidrofer (terutama lautan dan sungai), kriosfer, terestrial dan biosfer, dan pedosfer.
Perubahan iklim adalah masalah bagi seluruh penduduk bumi, tetapi masyarakat miskinlah yang paling menderita karena masyarakat miskin memiliki keterbatasan dalam mengelola sumber daya alam. Perubahan iklim dan perubahan lingkungan hidup global menyodorkan tantangan pada skala yang seringkali tak terjangkau pemahaman kita. Dan inilah masalahnya. Sebagian besar orang tidak menyadari, iklim global tak sekadar konsep. Perubahan iklim membawa berbagai dampak, antara lain pergeseran musim, perubahan pola hujan, penggurunan, mencairnya es di kutub, peningkatan muka air laut, peningkatan timbulnya penyakit tropis, penurunan keanekaragaman hayati, dan masalah ketahan pangan. Jika kondisi ini terus diabaikan, maka akan banyak kerugian yang akan ditimbulkan termasuk kerugian untuk manusia itu sendiri.
Mengapa kita harus peduli?
Sebagai manusia, kita harus mengerti, atau setidaknya merasakan, mata rantai sebab-akibat perubahan iklim yang terjadi karena kitalah pemeran utama dalam perubahan iklim bumi. Perubahan iklim yang dulu dianggap sebagai masalah masa depan telah menjadi masalah saat ini. Mengerti perubahan iklim dapat membantu kita untuk mengerti sikap dan kebijakan-kebijakan yang dapat kita ambil untuk menghadapi berbagai kemungkinan perubahan iklim di masa depan.
Jika kita mengabaikan hal ini dalam keseharian hidup kita maka kita akan menuai akibat yang mengerikan dalam skala global. Kesehatan, rumah,dan makanan akan terancam oleh kenaikan suhu akibat perubahan iklim yang terjadi. Pertanian akan semakin dirugikan, sementara permintaan akan pangan akan naik seiring proyeksi populasi dunia yang semakin meningkat. Cuaca buruk dan dampak perubahan iklim lainnya juga akan meningkatkan resiko penularan penyakit, penurunan kualitas air dan meningkatkan masalah kesehatan mental. Maka dari itu, saatnya kita sadar bahwa kita tak punya pilihan lain selain meningkatkan kepedulian pada alam dan mengerti segala permasalahan di dalamnya termasuk perubahan iklim.
Apa yang telah saya lakukan?
Secara instan dan refleks, seharusnya sangat mudah bagi saya untuk melakukan kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan penanggulangan perubahan iklim. Namun kenyataannya tak semudah itu. Saya telah dijerat gaya hidup, kebiasaan, misinformasi, hingga meski itikad saya adalah membela bumi dan menghentikan pemanasan global, pilihan-pilihan saya tak selalu konsisten dengan itu. Tanpa saya sadari dan ingini, seringkali saya menyebabkan peningkatan pemanasan global.
Hingga pada satu titik saya berkenalan dengan guru yang menggugah Green Talent saya, Bapak Sumaryono begitu saya memanggilnya. Ia mengajarkan saya banyak hal. Ia bertanya satu hal yang sangat berarti, “Kamu adalah perempuan dan akan menjadi seorang ibu dari anak-anak yang kelak akan tumbuh di lingkungan tertentu. Bukankah seharusnya kamu juga ambil bagian dalam mempersiapkan lingkungan yang akan tumbuh bersamanya?”. Dari pertanyaan itu, saya mulai menyadari bahwa saya harus bertindak setidaknya untuk kepentingan saya pribadi, untuk anak-anak saya kelak.
Suatu kebetulan yang indah, mengetahui jabatan saya sebagai Ketua OSIS SMAN 33 Jakarta pada saat itu. Dengan jabatan itu, saya memiliki kesempatan lebih banyak untuk melakukan berbagai negoisasi kepada pihak sekolah. Salah satunya mengenai masalah lingkungan. Guna mengurangi sampah plastik dan kertas, saya dan teman-teman merekomendasikan pelarangan penggunaan tempat minum dan makan sekali pakai, pemasangan poster mengenai perubahan iklim dan masalah lingkungan lainnya di setiap sudut sekolah, dan penyediaan tempat untuk siswa melakukan berbagai kegiatan hijau seperti pembuatan kompos dan pendaurulangan sampah. Hal ini pun mendapat sambutan yang baik oleh pihak sekolah. Bahkan sekolah pun banyak memfasilitasi kegiatan-kegiatan yang kami lakukan. Sejak diberlakukannya peraturan tersebut, kantin tidak melayani lagi pemesanan dengan menggunakan box kertas ataupun plastik. Bahkan tema Go Green pun kami usung sebagai tema HUT SMAN 33 Jakarta ke-32, sebuah tema yang menurut saya jarang sekali diangkat untuk acara pentas seni di tingkat SMA. Kegiatan-kegiatan yang kami lakukan pun mendapat respon baik, terbukti dengan berbagai penghargaan yang kami dapatkan dalam bidang lingkungan. Juara 1 Toyota Eco-Youth, Sekolah Adiwiyata, hingga Juara 2 GreenAct Pertamina kami dapatkan namun bagi kami hal itu adalah bonus dari apa yang kami lakukan.
Memasuki dunia kuliah, saya dan teman-teman membuat sebuah “GreenPreneur” dengan mengkolaborasikan kulit pisang yang selama ini adalah sampah menjadi cookies begizi tinggi bernama “Cookies Kulit Pisang (Cekupi)”. Pada saat itu, saya masih mahasiswa semester 2 di Universitas Negeri Jakarta. Produk yang kami hasilkan menggunakan limbah sampah yang saya dapatkan dari penjual gorengan di sekitar rumah. Pemilihan kulit pisang sendiri pun saya dasarkan pada kondisi Indonesia adalah penghasil pisang terbesar No. 4 di dunia. Saya sangat bersyukur karena dengan jerih payah selama 6 bulan Cokupi berhasil menjadi Juara 2 Semarak Indonesia tingkat Nasional. Selain itu, Cokupi berhasil mendapat pendanaan PMW Universitas Negeri Jakarta sebesar 9,4 juta rupiah.
Selain itu, sebagai mahasiswa Pendidikan Matematika, saya bersama teman-teman menyusun sebuah metode pembelajaran yang memadukan antara lingkungan dan matematika bernama Eco-Math. Eco-Math tersusun dari dua kata, yaitu Ecology dan Mathematics yang menggunakan lingkungan dan barang-barang bekas dalam mengajarkan matematika. Saya berpikir bahwa sekolah adalah wahana strategis untuk mentransformasikan ilmu pengetahuan, teknologi, budaya, etika, dan nilai. Pemahaman tentang lingkungan, baik dinamika maupun segala aspek permasalahannya sebagai bagian dari kehidupan manusia perlu dikembangkan di sekolah. Karena dalam memperbaiki lingkungan khususnya mengenai perubahan iklim tidak cukup dengan pengetahuan saja, tetapi harus didukung dengan mental dan perilaku serta sikap yang sungguh-sungguh dari setiap komponen masyarakat. Untuk membentuk masyarakat tersebut, maka dalam bidang pendidikan ke depan diperlukan pendidikan lingkungan dan pendidikan yang berwawasan lingkungan mulai sejak pendidikan dasar sampai pada pendidikan tinggi. Dengan alasan itulah, Eco-Math terlahir.
Besar harapan saya agar program Eco-Math ini mendapat pengakuan dari Dinas Pendidikan sehingga skala penerapan program ini dapat lebih meluas dan memberikan manfaat lebih banyak kepada lingkungan. Selain itu, saya berharap melalui program ini dapat menginspirasi kepada para pendidik untuk menerapkan konsep cinta lingkungan ke dalam pelajaran yang diajarkan agar mental dan perilaku cinta lingkungan dapat lahir di diri anak-anak Indonesia sehingga permasalahan lingkungan termasuk perubahan iklim yang ada dapat disadari dan dicari solusinya sejak dini atau setidaknya mereka tidak melakukan perbuatan-perbuatan yang merusak dan menyakiti alam.
Saya sadar bahwa apa yang saya lakukan adalah hal-hal sederhana. Namun tak akan masalah asal saya setia melakukannya. Saya percaya bahwasanya dalam perjalanan hidup di dunia ini, kita punya peran masing-masing untuk dimainkan.  Setiap peran yang dipilih akan memiliki dampaknya tersendiri. Pemanasan global adalah kebenaran tak terelakkan bahwa apa yang kita lakukan di suatu tempat akan berdampak di tempat lain. Ketika kita menggunakan tisu, menghidupkan mobil, membangun bangunan bertingkat, secara tidak sadar pada waktu yang sama gletser di kutub meleleh, 1 lapisan es di laut menjauh, kebakaran di musim panas meningkat, dan satu-persatu pulau-pulau kecil hilang~tenggelam.
Sudah saatnya kita bergerak karena kitalah pemeran utamanya. Tak perlu menunggu pemerintah bertindak. Tidak perlu juga menunggu penjarah hutan tertangkap, setiap langkah kita adalah pilihan politis dan ekologis yang menentukan masa depan seisi Bumi. Dan inilah bentuk pemberdayaan yang nyata sekaligus sangat mungkin untuk dilakukan. Mari selamatkan bumi kita!


Tidak ada komentar:

Posting Komentar