SAYA DAN
PERUBAHAN IKLIM
Oleh
Selly Anastassia Amellia Kharis
Saya adalah bagian dari lingkungan, dari bumi
yang hidup.
Alarm tanda bahaya dampak pemanasan global berbunyi semakin nyaring. Pola
pencairan es di Arktika merupakan salah satu indikatornya. Perubahan demi
perubahan melaju dalam hitungan bulan. Tanggal 18 Maret 2008, Jay Zwally, ahli
iklim NASA, memprediksi es di Arktika hampir semua akan mencair pada akhir
musim panas 2012. Hanya dalam waktu dua bulan prediksi itu bergeser. Tanggal 1
Mei 2008 lalu, prediksi terbaru dilansir NASA: mencairnya semua es di Arktika
bisa terjadi di akhir tahun 2008. Sederet tanda-tanda bahaya yang telah terjadi
sebelumnya adalah volume es di Arktika pada musim panas 2007 hanya tinggal
setengah dari empat tahun sebelumnya. Es di Greenland yang telah mencair
mencapai 19 juta ton. Fenomena terbaru lainnya, pada tanggal 8 Maret 2008
beting es Wilkins di Antartika yang berusia 1500 tahun pecah dan runtuh seluas
414 kilometer persegi (hampir 1,5 kali luas kota Surabaya atau sepertiga luas
Jakarta)
Efek domino apa yang membayang bila es di Arktika mencair semua?
Mencairnya es di Arktika tidak akan menaikkan level permukaan air laut,
melainkan akan mempercepat siklus pemanasan global itu sendiri. Bila es di
Arktika mencair semua, 80% sinar matahari yang sebelumnya dipantulkan akan
diserap 95% oleh air laut. Konsekuensi lanjut adalah potensi terlepasnya 400
miliar ton gas metana atau 3000 kali dari jumlah gas metana di atmosfer. Gas
metana dapat terlepas akibat mencairnya bekuan gas metana yang stabil pada suhu
di bawah dua derajat celcius. Seperti diketahui, gas metana memiliki efek rumah
kaca 25 kali lebih besar dari gas CO2. Salah satu skenario yang
mungkin terjadi adalah terulangnya bencana kepunahan massal yang pernah terjadi
pada 55 juta tahun yang lalu dikenal dengan masa PETM (Paleocene-Ecocene
Thermal Maximum). Saat itu, gas metana yang terlepas ke atmosfer mengakibatkan
percepatan pemanasan global hingga mengakibatkan kepunahan massal. Bukti
geogologi lain menunjukkan kepunahan massal juga pernah terjadi 251 juta tahun
lalu, pada akhir periode Permian. Akibat terlepasnya gas metana, lebih dari 94%
spesies mengalami kepunahan massal. Kematian massal terjadi mendadak karena
turunnya level oksigen secara ekstrem. Membaca fakta-fakta di atas, satu hal
yang patut digarisbawahi adalah tenggat waktu yang semakin sempit. James
Hansen, ahli iklim NASA, mengatakan bahwa kita telah berada di titik sepuluh
persen di atas batas ambang kemampuan Bumi mencerna CO2. Artinya,
kita telah melampaui titik balik. Pada level saat ini, tindakan yang harus
diambil bukan lagi mengurangi, melainkan menghentikan. Berbagai tindakan pun
harus dilakukan.
Apa sebenarnya perubahan iklim?
Perubahan iklim adalah terjadinya
gangguan terhadap sistem iklim di bumi yang sifatnya irreversible. Gangguan ini terjadi akibat terjadinya
pemanasan global yang mempengaruhi parameter-parameter iklim seperti tekanan
kelembaban, arah, kecepatan angin, dan radiasi matahari yang mencapai permukaan
bumi serta tiupan awan. Perubahan iklim
melibatkan analisis iklim masa lalu, kondisi iklim masa ini, dan estimasi
kemungkinan iklim di masa yang yang akan datang. Hal ini tidak terlepas juga
dari interaksi dinamis antara sejumlah kompenen sistem iklim seperti atmosfer,
hidrofer (terutama lautan dan sungai), kriosfer, terestrial dan biosfer, dan
pedosfer.
Perubahan iklim adalah masalah bagi
seluruh penduduk bumi, tetapi masyarakat miskinlah yang paling menderita karena
masyarakat miskin memiliki keterbatasan dalam mengelola sumber daya alam. Perubahan iklim dan perubahan lingkungan hidup
global menyodorkan tantangan pada skala yang seringkali tak terjangkau
pemahaman kita. Dan inilah masalahnya. Sebagian besar orang tidak menyadari,
iklim global tak sekadar konsep. Perubahan iklim membawa berbagai dampak,
antara lain pergeseran musim, perubahan pola hujan, penggurunan, mencairnya es
di kutub, peningkatan muka air laut, peningkatan timbulnya penyakit tropis,
penurunan keanekaragaman hayati, dan masalah ketahan pangan. Jika kondisi ini
terus diabaikan, maka akan banyak kerugian yang akan ditimbulkan termasuk
kerugian untuk manusia itu sendiri.
Mengapa kita harus peduli?
Sebagai
manusia, kita
harus mengerti, atau setidaknya merasakan, mata rantai sebab-akibat perubahan
iklim yang terjadi karena kitalah pemeran utama dalam perubahan iklim bumi.
Perubahan iklim yang dulu dianggap sebagai masalah masa depan telah menjadi
masalah saat ini. Mengerti perubahan iklim dapat membantu kita untuk mengerti
sikap dan kebijakan-kebijakan yang dapat kita ambil untuk menghadapi berbagai
kemungkinan perubahan iklim di masa depan.
Jika kita mengabaikan hal ini dalam keseharian hidup kita
maka kita akan menuai akibat yang mengerikan dalam skala global. Kesehatan,
rumah,dan makanan akan terancam oleh kenaikan suhu akibat perubahan iklim yang
terjadi. Pertanian akan semakin dirugikan, sementara permintaan akan pangan
akan naik seiring proyeksi populasi dunia yang semakin meningkat. Cuaca buruk dan
dampak perubahan iklim lainnya juga akan meningkatkan resiko penularan
penyakit, penurunan kualitas air dan meningkatkan masalah kesehatan mental.
Maka dari itu, saatnya kita sadar bahwa kita tak punya pilihan lain selain
meningkatkan kepedulian pada alam dan mengerti segala permasalahan di dalamnya
termasuk perubahan iklim.
Apa yang telah saya lakukan?
Secara instan dan refleks, seharusnya sangat mudah bagi saya untuk
melakukan kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan penanggulangan perubahan
iklim. Namun kenyataannya tak semudah itu. Saya telah dijerat gaya hidup,
kebiasaan, misinformasi, hingga meski itikad saya adalah membela bumi dan
menghentikan pemanasan global, pilihan-pilihan saya tak selalu konsisten dengan
itu. Tanpa saya sadari dan ingini, seringkali saya menyebabkan peningkatan
pemanasan global.
Hingga pada satu titik saya berkenalan dengan guru yang menggugah Green Talent saya, Bapak Sumaryono
begitu saya memanggilnya. Ia mengajarkan saya banyak hal. Ia
bertanya satu hal yang sangat berarti, “Kamu
adalah perempuan dan akan menjadi seorang ibu dari anak-anak yang kelak akan
tumbuh di lingkungan tertentu. Bukankah seharusnya kamu juga ambil bagian dalam
mempersiapkan lingkungan yang akan tumbuh bersamanya?”. Dari pertanyaan
itu, saya mulai menyadari bahwa saya harus bertindak setidaknya untuk
kepentingan saya pribadi, untuk anak-anak saya kelak.
Suatu kebetulan yang indah, mengetahui
jabatan saya sebagai Ketua OSIS SMAN 33 Jakarta pada saat itu. Dengan jabatan
itu, saya memiliki kesempatan lebih banyak untuk melakukan berbagai negoisasi
kepada pihak sekolah. Salah satunya mengenai masalah lingkungan. Guna
mengurangi sampah plastik dan kertas, saya dan teman-teman merekomendasikan
pelarangan penggunaan tempat minum dan makan sekali pakai, pemasangan poster
mengenai perubahan iklim dan masalah lingkungan lainnya di setiap sudut
sekolah, dan penyediaan tempat untuk siswa melakukan berbagai kegiatan hijau
seperti pembuatan kompos dan pendaurulangan sampah. Hal ini pun mendapat
sambutan yang baik oleh pihak sekolah. Bahkan sekolah pun banyak memfasilitasi
kegiatan-kegiatan yang kami lakukan. Sejak diberlakukannya peraturan tersebut,
kantin tidak melayani lagi pemesanan dengan menggunakan box kertas ataupun
plastik. Bahkan tema Go Green pun kami usung sebagai tema HUT SMAN 33 Jakarta
ke-32, sebuah tema yang menurut saya jarang sekali diangkat untuk acara pentas
seni di tingkat SMA. Kegiatan-kegiatan yang kami lakukan pun mendapat respon
baik, terbukti dengan berbagai penghargaan yang kami dapatkan dalam bidang
lingkungan. Juara 1 Toyota Eco-Youth, Sekolah Adiwiyata, hingga Juara 2
GreenAct Pertamina kami dapatkan namun bagi kami hal itu adalah bonus dari apa
yang kami lakukan.
Memasuki dunia kuliah, saya dan
teman-teman membuat sebuah “GreenPreneur”
dengan mengkolaborasikan kulit pisang yang selama ini adalah sampah menjadi
cookies begizi tinggi bernama “Cookies Kulit Pisang (Cekupi)”. Pada saat itu,
saya masih mahasiswa semester 2 di Universitas Negeri Jakarta. Produk yang kami
hasilkan menggunakan limbah sampah yang saya dapatkan dari penjual gorengan di
sekitar rumah. Pemilihan kulit pisang sendiri pun saya dasarkan pada kondisi
Indonesia adalah penghasil pisang terbesar No. 4 di dunia. Saya sangat
bersyukur karena dengan jerih payah selama 6 bulan Cokupi berhasil menjadi
Juara 2 Semarak Indonesia tingkat Nasional. Selain itu, Cokupi berhasil
mendapat pendanaan PMW Universitas Negeri Jakarta sebesar 9,4 juta rupiah.
Selain itu,
sebagai mahasiswa Pendidikan Matematika, saya bersama teman-teman menyusun
sebuah metode pembelajaran yang memadukan antara lingkungan dan matematika
bernama Eco-Math. Eco-Math tersusun dari dua kata, yaitu Ecology dan Mathematics yang
menggunakan lingkungan dan barang-barang bekas dalam mengajarkan matematika.
Saya berpikir bahwa sekolah adalah wahana strategis untuk mentransformasikan ilmu pengetahuan,
teknologi, budaya, etika, dan nilai. Pemahaman tentang lingkungan, baik
dinamika maupun segala aspek permasalahannya sebagai bagian dari kehidupan
manusia perlu dikembangkan di sekolah. Karena
dalam memperbaiki lingkungan khususnya mengenai perubahan iklim tidak cukup
dengan pengetahuan saja, tetapi harus didukung dengan mental dan perilaku serta
sikap yang sungguh-sungguh dari setiap komponen masyarakat. Untuk membentuk
masyarakat tersebut, maka dalam bidang pendidikan ke depan diperlukan
pendidikan lingkungan dan pendidikan yang berwawasan lingkungan mulai sejak
pendidikan dasar sampai pada pendidikan tinggi. Dengan alasan itulah, Eco-Math
terlahir.
Besar harapan saya agar program Eco-Math ini mendapat
pengakuan dari Dinas Pendidikan sehingga skala penerapan program ini dapat lebih
meluas dan memberikan manfaat lebih banyak kepada lingkungan. Selain itu, saya
berharap melalui program ini dapat menginspirasi kepada para pendidik untuk
menerapkan konsep cinta lingkungan ke dalam pelajaran yang diajarkan agar
mental dan perilaku cinta lingkungan dapat lahir di diri anak-anak Indonesia
sehingga permasalahan lingkungan termasuk perubahan iklim yang ada dapat
disadari dan dicari solusinya sejak dini atau setidaknya mereka tidak melakukan
perbuatan-perbuatan yang merusak dan menyakiti alam.
Saya
sadar bahwa apa yang saya lakukan adalah hal-hal sederhana. Namun tak akan
masalah asal saya setia melakukannya. Saya percaya bahwasanya dalam perjalanan hidup di dunia ini, kita punya peran masing-masing untuk
dimainkan. Setiap peran yang dipilih
akan memiliki dampaknya tersendiri. Pemanasan global adalah kebenaran tak
terelakkan bahwa apa yang kita lakukan di suatu tempat akan berdampak di tempat
lain. Ketika kita menggunakan tisu, menghidupkan mobil, membangun bangunan
bertingkat, secara tidak sadar pada waktu yang sama gletser di kutub meleleh, 1
lapisan es di laut menjauh, kebakaran di musim panas meningkat, dan
satu-persatu pulau-pulau kecil hilang~tenggelam.
Sudah saatnya kita bergerak karena kitalah pemeran utamanya. Tak perlu
menunggu pemerintah bertindak. Tidak perlu juga menunggu penjarah hutan
tertangkap, setiap langkah kita adalah pilihan politis dan ekologis yang
menentukan masa depan seisi Bumi. Dan inilah
bentuk pemberdayaan yang nyata sekaligus sangat mungkin untuk dilakukan. Mari selamatkan bumi kita!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar