GREENING
THE ECONOMY
Buah Karya
Selly Anastassia Amellia Kharis
Sejak dahulu, fakta bahwa Indonesia adalah negara yang kaya
akan sumber daya alam jamak terdengar. Hutan yang begitu luas menjadikan
Indonesia mempunyai banyak keanekaragaman hayati hingga dikenal sebagai mega-biodiversity country. Di sisi lain,
saat ini perjalanan perekonomian Indonesia pun tengah menuju puncak. Setelah
diterpa berbagai prahara, Indonesia patut berbangga karena berhasil lolos dari
krisis 2008 dan malah semakin mantap menyejahterakan rakyatnya. Tidak dapat
dipungkiri bahwa kemajuan ekonomi seringkali diraih dengan mengorbankan
keseimbangan alam. Namun gagasan bahwa kita harus memilih salah satu dari upaya
mengatasi kerusakan lingkungan atau menumbuhkan ekonomi global tidak dapat
diterima. New Climate Economy memberi
pesan kuat kepada pemerintah dan sektor swasta bahwa kita dapat menumbuhkan
ekonomi seraya menanggulangi dampak perubahan iklim pada saat yang bersamaan.
Mengingat kedua
masalah di atas, salah satu visi saya untuk Indonesia adalah mewujudkan
keseimbangan ekologi dan ekonomi melalui pelaksanaan pembangunan berkelanjutan
dengan menekankan pada ekonomi hijau. Prinsip ekonomi hijau adalah kegiatan
ekonomi yang berkelanjutan. Artinya, kegiatan ekonomi serta pemanfaatan sumber
daya alam dapat dilakukan selama tidak merusak lingkungan. Di dalam ekonomi
hijau, pertumbuhan dan lapangan kerja didorong oleh investasi pemerintah dan
swasta yang bertujuan untuk mengurangi emisi karbon dan polusi, meningkatkan
efisiensi energi dan sumber daya alam, dan mencegah terjadinya kehilangan
hayati dan jasa-jasa lingkungan.
Setiap pihak baik pemerintah, pebisnis, maupun masyarakat harus
berperan sebagai stabilisator lingkungan. Peran pebisnis khususnya dapat
dilakukan dengan program pembayaran jasa lingkungan atau Payment Environmental Service (PES) kepada pihak yang bersedia
melakukan praktik pemanfaatan lingkungan secara bijak seperti hutan rakyat yang
juga penting dalam jasa lingkungan. Secara umum, pembayaran jasa lingkungan
dapat diartikan sebagai kesempatan bagi masyarakat yang hidup di dalam dan di
sekitar kawasan konservasi untuk meningkatkan taraf hidup mereka tidak hanya
dari sisi ekonomi tetapi juga dengan peningkatan modal sosial dan pengakuan
atas hak masyarakat dalam mengelola dan mengakses sumber daya alam.
Hal lain yang perlu diperhatikan adalah ketersediaan energi
berkelanjutan dan terjangkau bagi semua orang. Chris Goodall dalam bukunya
berjudul Ten Tecnologies to Fix Energy
and Climate mencatat bahwa dunia diperlengkapi dengan energi alternatif
yang cukup untuk menyediakan energi berkelanjutan bagi semua orang. Indonesia
sendiri menyimpan sumber energi alternatif mulai dari sinar surya, panas bumi,
hingga nuklir. Permasalahannya sekarang adalah energi-energi terbarukan
tersebut membutuhkan investasi yang besar dalam hal pendanaan. Oleh karena itu,
diperlukan peran lain selain dari pebisnis yaitu peran pemerintah dan
masyarakat.
Selain memberikan insentif, pemerintah dapat mendorong
konsumen untuk memberikan nilai lebih pada produk dan jasa yang memperhatikan
aspek keberlangsungan. Dengan demikan, dunia usaha akan terdorong untuk
menjalankan bisnis yang berwawasan lingkungan termasuk penyediaan energi
berkelanjutan dan terjangkau bagi semua orang. Selain itu, pemerintah dapat
menerapkan prinsip pendekatan kewilayahan (jurisdictional
approach) untuk membangun energi berkelanjutan dan terjangkau secara
nasional dan lintas sektoral melalui pemerintah kabupaten dan provinsi.
Pendekatan ini harus diimplementasikan dari tahap pengembangan kebijakan,
perencanaan, pelaksanaan program, dan proyek di lapangan. Pendekatan
kewilayahan ini diharapkan dapat mereformasi sistem pengelolaan energi dan
mengadaptasi pendekatan-pendekatan energi terbarukan sesuai dengan kebutuhan setempat
sehingga ketersediaan energi berkelanjutan dan terjangkau bagi semua orang
dapat dipastikan.